ThePhrase.id – 3 film Indonesia berhasil lolos Busan International Film Festival 2021. Ketiga film tersebut akan disaksikan ratusan ribu penonton dari seluruh penjuru dunia pada Busan International Film Festival (BIFF) yang akan diselenggarakan pada 6-15 Oktober 2021.
Ketiga film yang berjudul ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’, ‘Yuni’, serta film pendek ‘Laut Memanggilku’ ini, mengisahkan konflik yang cukup berbeda jauh satu sama lain. Seperti misalnya, film ‘Laut Memanggilku’ bercerita mengenai kerinduan seorang anak kecil, film ‘Yuni’ mengisahkan tentang mimpi dan batasan yang seringkali dialami oleh wanita Indonesia, serta ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ menunjukkan permasalahan tentang toxic masculinity dan budaya pop.
Cuplikan salah satu adegan dalam film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ (Foto: Dok. Palari Films/Poplicist)
Sebelumnya, film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ juga telah berhasil memenangkan penghargaan Golden Leopard di Locarno International Film Festival pada bulan Agustus lalu. Film hasil adaptasi novel karya Eka Kurniawan, yang disutradarai oleh Edwin ini rencananya akan tayang di bioskop Indonesia pada akhir 2021 nanti.
Sementara itu, pada September 2021 ini, film ‘Yuni’ juga telah terpilih untuk berkompetisi di Toronto International Film Festival. Para penonton dapat menyaksikan film yang disutradarai oleh Kamila Andini ini pada tahun 2022 mendatang di bioskop.
Pada BIFF nanti, kedua film yang akan segera tayang di bioskop tersebut masuk ke dalam seleksi kategori program ‘A Window on Asian Cinema’, yang merupakan kategori puncak dari berbagai gaya dan visi dalam sinema Asia. Kategori ini menyoroti film-film dari para sineas Asia paling berbakat tahun ini serta karya sutradara yang sudah mapan dalam industri perfilman.
Sedangkan ‘Laut Memanggilku’ masuk ke dalam seleksi kompetisi film pendek program ‘Wide Angle’, yakni program yang didedikasikan untuk menayangkan film pendek luar biasa dan juga film dokumenter yang menampilkan sudut pandang sinematik yang luas dan mempunyai visi yang tidak biasa (anti mainstream).
Cuplikan salah satu adegan dalam film pendek ‘Laut Memanggilku’ (Foto: Harian Nasional)
Film pendek yang digarap oleh Tumpal Tampubolon tersebut akan ditayangkan perdana untuk disaksikan orang-orang dari berbagai negara pada ajang BIFF mendatang.
Di samping itu, para sutradara ketiga film tersebut ternyata tidak hanya sekadar memberi arahan dalam proses syuting, namun mereka juga mempunyai motivasi tersendiri dalam menyutradarai film-film itu.
“Bisakah saya membuat film yang mendefinisikan ulang dampak dari budaya populer sambil juga mengkritik ide toxic masculinity? Saya selalu mempertanyakan di mana tempat bagi para manusia sensitif di Indonesia, yang mengagungkan machismo dan kerap menggunakan bahasa kekerasan sebagai ekspresi kesehariannya,” ujar Edwin mengenai motivasinya menyutradarai film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’.
Lain halnya bagi Kamila Andini. Film ‘Yuni’ ternyata terinspirasi dari salah satu puisi tersohor karya Sapardi Djoko Darmono yang berjudul ‘Hujan di Bulan Juni’.
Kamila membangun karakter Yuni sebagai seorang gadis remaja yang dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya. Tidak seperti remaja pada umumnya yang hidup dengan penuh mimpi dan kebebasan, Yuni malah harus memikirkan lamaran dan pernikahan yang akan ia hadapi.
Seringkali mendengar kisah tentang gadis remaja berprestasi yang gagal meraih mimpinya karena pernikahan. Kamila pun merasa bahwa fenomena ini perlu untuk ditampilkan di masyarakat, salah satunya melalui film.
Poster film ‘Yuni’ (Foto: Joglosemar)
Sementara bagi Tumpal, dirinya mengaku bahwa film ‘Laut Memanggilku’ terinspirasi dari rasa sepi dan kehilangan yang kita rasakan selama pandemi Covid-19.
“Film ini lahir dari rasa kehilangan akan hal-hal sederhana yang telah dirampas dari kita oleh pandemi ini; jabat erat, rangkulan, pelukan, ciuman. Melalui film ini saya memikirkan ulang makna dari sentuhan, bagaimana selama ini sentuhan dari orang-orang dan makhluk hidup lainnya, telah membentuk, merawat, mengobati, dan menemani saya. Saya belajar bahwa saya tidak sendirian,” ungkapnya.
Di sisi lain, bagi produser film ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ dan ‘Yuni’, berpartisipasi di Busan International Film Festival rupanya merupakan nostalgia tersendiri.
“Saya selalu mencari-cari alasan untuk bisa kembali ke Busan International Film Festival yang sudah saya anggap sebagai “rumah” untuk saya. Jadi, senang sekali tahun ini ‘Yuni’ bisa terpilih Asian Premiere di Busan,” ujar Ifa Isfansyah, selaku produser film Yuni.
“Busan akan selalu menempati tempat yang spesial karena film pertama kami, ‘Babi Buta Yang Ingin Terbang’ (2008) sutradara Edwin dan saya sebagai produser, berkompetisi dalam program New Currents, sebuah program kompetisi untuk film pertama dan kedua yang didedikasikan untuk new discovery sutradara-sutradara muda Asia,” ungkap Produser ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’, Meiske Taurisia.
Sementara itu, produser film pendek ‘Laut Memanggilku’, Mandy Marahimin mengungkapkan rasa bangganya, dapat lolos seleksi untuk berkompetisi dengan film-film dari berbagai negara di dunia dalam ajang BIFF.
“Busan International Film Festival adalah sebuah festival film yang secara konsisten mendukung film-film Asia, dan kami merasa bangga bisa terpilih untuk berkompetisi di sana,” ungkapnya. [hc]