ThePhrase.id - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko Infra), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan bahwa penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Indonesia—China (KCIC) Jakarta—Bandung atau Whoosh tidak boleh menjadi penghalang bagi rencana besar pemerintah membangun kereta cepat Jakarta—Surabaya.
Pernyataan tersebut disampaikan AHY di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (20/10) malam usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna bersama Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Memang utang yang harus segera diselesaikan ini juga tidak boleh kemudian menghambat rencana besar kita untuk mengembangkan konektivitas berikutnya, (kereta cepat) Jakarta sampai dengan Surabaya,” ujar AHY kepada awak media.
Saat ini, pemerintah masih mematangkan berbagai skema restrukturisasi atas proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang dikelola oleh PT KCIC. AHY menjelaskan bahwa pembahasan tersebut dilakukan lintas sektor bersama sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Perhubungan, PT Kereta Api Indonesia (KAI), hingga PT BPI Danantara.
AHY mengungkapkan bahwa pihaknya secara intensif juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan guna merumuskan solusi finansial yang berkelanjutan dan tidak membebani anggaran negara secara berlebihan.
“Saya belum bisa menyampaikan secara final, karena memang masih dikembangkan opsi-opsinya dan masih dihitung semuanya segala sesuatunya. Apakah kemudian Danantara bisa meng-handle dan juga bagaimana nanti Kementerian Keuangan bisa berkontribusi dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya, semua opsi yang tengah dikaji belum bersifat final dan masih menunggu keputusan dari Presiden Prabowo.
“Jadi artinya, kami masih terus menunggu arahan Pak Presiden juga sambil terus mengembangkan berbagai opsi yang paling baik dan berkelanjutan. Artinya, bisa kemudian kita move on untuk membicarakan pengembangan kereta cepat berikutnya untuk Jakarta ke Surabaya,” tukas AHY.
Dilansir Antaranews, total nilai investasi proyek KCIC mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp120,38 triliun. Sekitar 75 persen dari jumlah tersebut berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga tahunan sebesar 2 persen.
Pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan dua opsi utama untuk menyelesaikan kewajiban utang tersebut. Opsi pertama adalah melimpahkan sebagian beban keuangan kepada pemerintah, sementara opsi kedua adalah menambah penyertaan modal negara ke PT KAI.
Namun, kedua opsi itu belum diputuskan secara final. Pemerintah juga tetap mendorong PT BPI Danantara untuk mengambil peran utama dalam penyelesaian kewajiban utang tersebut. (Rangga)