trending

Alasan Presiden Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng dan CPO

Penulis Nadira Sekar
Apr 26, 2022
Alasan Presiden Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng dan CPO
ThePhrase.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengeluarkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng yang berlaku mulai 28 April mendatang.

Foto: Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (freepik.com Palm oil photo created by wirestock)


Kebijakan tersebut ditetapkan setelah Presiden Jokowi memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersedian minyak goreng untuk kebutuhan domestik.

"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," ujar Jokowi.

Presiden mengatakan bahwa larangan ekspor ini diberlakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Ia juga menyampaikan bahwa dalam pelaksanaannya, ia akan selalu memantau dan mengevaluasi kebijakan agar ketersediaan minyak goreng melimpah dan terjangkau.

Indonesia merupakan produsen CPO nomor satu di dunia. Berdasarkan data GAPKI, sepanjang 2022, Indonesia telah mengekspor 33,674 juta ton CPO dan produk turunannya. Adapun rinciannya, yakni 2,482 juta ton dalam bentuk CPO dan 25,482 juta ton dalam bentuk olahan CPO.
Didukung Petani Sawit

Meski mendapat beberapa kritik dari sejumlah pihak, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyampaikan apresiasinya terhadap langkah Presiden Jokowi untuk menghentikan sementara ekspor minyak sawit mentah.

Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto percaya penghentian sementara ini mampu menjaga ketersediaan minyak goreng yang merata di dalam negeri dengan harga terjangkau.

"Sebab para pelaku usaha, selalu sibuk memikirkan suplai produk olahannya ke luar negeri karena menguntungkan dan mereka melupakan tugasnya memenuhi kebutuhan dalam negeri," kata Mansuetus Darto dalam siaran pers, Minggu (24/4).

Meski demikian, ia mengaku bahwa terjadi penurunan harga tandan buah segar (TBS). Dilaporkan TBS di Sekadau, Kalbar, menurun Rp 400/ kilogram. Sementara di Jambi turun Rp 500/kilogram.

Darto meminta pencatatan nama-nama petani yang memasok ke pabrik untuk meredam harga TBS. Sebab kata Darto, peristiwa ini akan menguntungkan pabrik karena ketika situasi normal, mereka akan menjual CPO dengan harga normal tetapi mereka membeli TBS dari petani dengan harga murah.

Adapun solusi lainnya, yakni alokasikan dana Sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan program yang inovatif, misalnya dengan bantuan pupuk atau berdasarkan kebutuhan petani. [nadira]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic