leader

Alexander Sebastianus Hartanto, Seniman Asal Bali yang Masuk Forbes 30 Under 30 Asia

Penulis Firda Ayu
May 17, 2025
(Foto: asebastianus.com)
(Foto: asebastianus.com)

ThePhrase.id – Nama Alexander Sebastianus Hartanto, seniman asal Bali yang menggabungkan tradisi batik dengan seni kontemporer, berhasil masuk daftar prestisius Forbes 30 Under 30 Asia – The Arts 2025 yang diumumkan pada 15 Mei lalu. 

Pengakuan ini memperkuat posisinya sebagai seniman dan penenun yang mengeksplorasi batik lewat medium seperti fotografi dan pahat. Tak melulu berbicara soal estetika, karya-karya Alexander juga menyelami ritual, warisan budaya, dan makna eksistensial melalui lensa etnografi dan seni tekstil.

Lahir di Jawa tahun 1995, Alexander dikenal luas karena pendekatannya yang unik dalam mendekolonisasi makna seni, atau seperti ia istilahkan, “reclaiming sani”. Melalui pendekatan ini, Alexander ingin mengembalikan cara pandang terhadap seni ke akar tradisional, lepas dari pengaruh dan definisi yang dibentuk oleh pandangan Barat.

Dalam wawancaranya bersama Art and Market, Alexander menyebut seni bukan sekadar karya, melainkan cara hidup yang melibatkan pemberian, pelayanan, dan pencarian hal-hal yang belum diketahui. Ia memandang penelitian etnografis bukan sebagai metode, tetapi sebagai mode of existence atau cara hidup yang menyeluruh dan melekat dalam kesehariannya. 

Pandangan ini ia tuangkan pada karya-karyanya yang berupaya memaknai ulang budaya material, salah satunya tekstil, melalui praktik yang lebih intim dan transendental.

Alexander Sebastianus Hartanto  Seniman Asal Bali yang Masuk Forbes 30 Under 30 Asia
Karya-karya Alexander Sebastianus Hartanto (Foto: (Foto: indoartnow.com))

Rekam jejak Alexander dalam dunia seni dimulai di kampung halaman neneknya di Jawa Timur yang ia sebut sebagai titik awal eksplorasi visual dan ontologisnya. Bahkan, seniman yang sempat menjadi barista di New York ini menyebut bahwa sang nenek adalah salah satu sosok yang memotivasinya untuk mengejar seni.

Pada 2014, Alexander telah tersertifikasi sebagai heritage craft master dalam bidang batik dan pewarnaan alami di Banyuwangi, Jawa Timur. 

Ia kemudian memperdalam pengetahuan artistiknya di Massachusetts College of Art and Design dan lulus dengan gelar Bachelor of Fine Arts pada 2018. Ia juga menerima penghargaan Departmental Honors for Bachelor of Fine Arts in Fiber Arts hingga Helen Blair Sculpture Award. 

Karya-karya Alexander telah ditampilkan dalam berbagai pameran bergengsi, antara lain di Mizuma Gallery, Singapore; Yiri Arts, Taipei; Art Jakarta; S.E.A. Focus; dan National Gallery Singapore bersama Phillips Auction. Ia juga pernah menjadi artis unggulan di Art Moments Jakarta 2022 dan menjalin kolaborasi dengan berbagai institusi, termasuk Poliform dan Maserati.

Alexander juga dikenal lewat pameran-pameran solonya. Salah satunya bertajuk “Dari” (2023) di ISA Art Gallery Jakarta yang dikurasi oleh Tan Siuli. Dalam pameran ini, ia mengeksplorasi batik dan fotografi untuk merekam memori, dengan filosofi perjalanan dalam mencari asal dan keberadaan.

Alexander Sebastianus Hartanto  Seniman Asal Bali yang Masuk Forbes 30 Under 30 Asia
(Foto: rumahsukkhacitta.org)

Alexander juga menggabungkan teknik fotografi dan batik serta teknik pewarnaan dengan lilin khas Jawa pada pameran solonya bertajuk “Mbaka Satitik: Ritualisation of From” di John Hardy Gallery, Seminyak, Bali yang diadakan di tahun 2024. 

Melalui pameran ini, Alexander merekam memori dalam bentuk partikel-partikel gambar yang kemudian ditorehkan di atas kain. Ia menyebut bahwa setiap tahap membatik adalah proses sakral dan simbol dari perjalanan hidup atau ‘Mbaka Satitik', yang berarti dari satu titik ke titik lainnya.

Salah satu karya Alexander yang paling mencolok berjudul “Waktu adalah api yang Ku Bakar” yang ia pamerkan dalam pameran Titik Kumpul di tahun 2022. Karya ini menyandingkan puisi, api, dan kain sebagai sarana untuk menghidupkan kembali literatur dalam bentuk kontemporer.

Tak hanya seniman, Alexander juga mengenalkan teori dan praktik kerajinan kepada pengrajin di Jawa, Bali, hingga Amerika Serikat. Ia juga aktif sebagai etnografer sekaligus pengajar seni di Rumah SukkhaCitta Foundation. [fa]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic