ThePhrase.id - Ada satu hal yang menarik pasca debat capres-cawapres Pemilu 2024, yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada 12 dan 22 Desember 2023. Yakni angka-angka yang muncul pada dua alat ukur yang disuguhkan kepada khalayak untuk melihat tingkat kesukaan publik atau posisi keterpilihan calon presiden dan wakil presiden setelah debat itu. Mengapa menarik? Karena angka yang ditampilkan pada dua alat ukur itu saling berlawanan.
Dua alat ukur itu adalah polling dan survei yang biasa digunakan oleh sejumlah pihak untuk melihat tingkat kesukaan atau keterpilihan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Pada survei, pasangan Prabowo-Gibran berada di posisi teratas hampir di semua lembaga survei. Sementara pasangan Anies-Muhaimin merajai hampir semua polling dengan perolahan angka yang fantastis.
Seperti polling yang dilakukan ILC (Indonesia Lawyer Club) melalui akun twitternya @ILCtalkshow setelah debat cawapres Jumat , 22 Desember 2023. Polling yang dibuka dengan pertanyaan, “Anda sudah menyaksikan debat capres & cawapres, dari hasil debat itu, paslon mana yang Anda anggap paling unggul?”
Hasilnya, dari 11.330 akun yang berpartisipasi hingga Sabtu dini hari, 23 Desember 2023, tercatat pasangan Anies-Muhaimin unggul telak 79,2 persen. Disusul pasangan Prabowo-Gibran 15,2 persen, dan Ganjar-Mahfud 5,6 persen. Namun ketika polling ditutup pada Sabtu malam dengan 241.429 partisipan, Ganjar-Mahfud meraih dukungan sebesar 38 persen, pasangan Amin 37 persen dan Prabowo-Gibran menjadi juru kunci dengan 25 persen.
Demikian juga dengan polling yang diselenggarakan musisi Iwan Fals yang membuat polling pasca debat dengan pertanyaan singkat, “Jadi gimana?” Iwan memberi pilihan jawaban berupa angka-angka 1,2 dan 3 tanpa mencantumkan nama. Hasilnya, hingga Jumat tengah malam, dengan partisipan sebanyak 7.305, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) unggul sementara dengan 58,2 persen, disusul pasangan Prabowo –Gibran dengan 23,9 persen dan posisi buncit ditempati pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan perolehan, 17,9 persen.
Berbeda dengan polling, di papan survei Prabowo-Gibran memenangi hampir pada semua lembaga survei. Seperti pada survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pasca debat Cawapres Jum’at 22 Desember lalu. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 2,65 persen, hasilnya Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat 39,7 persen, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berada pada 16,7 persen dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat 15,3 persen.
Angka Litbang Kompas ini agak mirip dengan posisi angka Poltracking Indonesia. Poltracking mencatat Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas di angka 45,2 persen. Ganjar-Mahfud hanya 27,3, dan Anies-Cak Imin paling buncit dengan 23,1 persen.
Demikian juga dengan engka elektabilitas terbaru yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Populi. Survei ini dilakukan pada 28 November hingga 5 Desember 2023 dengan sampel responden tersebar secara proporsional di 38 provinsi di Indonesia. Menggunakan Metode pengambilan data melalui wawancara tatap muka (face to face interview) kepada 1.200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Hasilnya, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming: 46,7%, Ganjar Pranowo-Mahfud MD: 21,7% dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar: 21,7%.
Hasilnya yang sama juga dikeluarkan oleh lembaga survei Indikator Politik Indonesia. Survei dilakukan pada 23 November hingga 1 Desember 2023 terhadap 5.380 responden. Hasilnya Prabowo-Gibran: 45,8 Persen, Ganjar-Mahfud: 25,6 persen dan Anies-Cak Imin: 22,8 persen, Tidak Tahu/Tidak Jawab: 5,8 persen.
Demikian juga survei dari Centre for Strategic and International Studies atau CSIS merilis hasil survei elektabilitas Pilpres 2024 pasca debat capres. Dengan metode survei multistage random sampling dengan jumlah sample sebesar 1.300 orang yang tersebar di 34 Provinsi Indonesia, pasangan Prabowo-Gibran mendapat 43,7%, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar: 26,1% Ganjar Pranowo-Mahfud MD: 19,4%
Melihat perbedaan angka-angka pada polling dan survei di atas, muncul pertanyaan mana yang lebih valid antara keduanya, survei atau polling. Karena setelah debat itu, pembicaraan di dunia maya banyak membahas tentang blunder yang dilakukan oleh Prabowo dan data-data yang disampaikan Gibran banyak tidak sesuai fakta. Seperti data tentang kunjungan wisatawan ke Solo yang lebih tinggi dari Jogjakarta. Padahal faktanya, angka wisatawan ke Jogjakarta tiga kali lipat lebih banyak dari angka kunjungan wisata ke Solo. Demikian juga, pertanyaan jebakan Gibran kepada Cak Imin tentang SGIE atau State of the Global Islamic Economy. Sebuah singkatan yang dilapal Gibran tidak sesuai dengan lapal aslinya, yang kemudian diplesetkan Cak Imin dengan Sego Goreng Iwak Endog. Dan banyak lagi hal-hal lain yang dianggap berlawanan antara hasil debat dengan angka perolehan pada lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Gibran.
Baik survei atau polling keduanya, memiliki validitas yang sama. Direktur Puspoll Indonesia, Muslimin Tanja mengungkapkan semua angka yang ada dalam survei dan polling itu bisa dipertanggungjawabkan dan ada penjelasan ilmiahnya. “Bedanya, polling cakupannya lebih terbatas dan spontan, dan bisa dilakukan secara realtime melalui akun media sosial seperti twitter. Sedangkan survei lebih luas dengan rentang waktu yang lebih panjang dan lebih terkontrol dengan adanya variable-variabel yang digunakan,” ujar Muslimin Tanja kepada Thephrase.id, Kamis (28/12).
Terkait adanya penilaian bahwa survei digunakan sebagai alat penggiringan opini, Muslimn menjelaskan hasil survei itu adalah produk ilmiah yang bersifat netral saja, tergantung siapa yang menggunakan produk tersebut.
Karena itu maka menjadi penting adalah sikap seorang pembaca atau penonton melihat angka-angka hasil survei dan polling yang disajikan itu. Seperti pada hasil polling dan survei di atas dengan angka-angka yang berlawanan atau berbeda jauh. Angka polling adalah angka realtime dan spontan penonton setelah menyaksikan debat. Adapun angka survei mutakhir yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga survei adalah hasil survei yang dilakukan pada akhir November dan awal Desember atau sebelum debat capres-cawapres dilaksanakan. Namun baru dirilis atau diumumkan setelah selesai 2 debat perdana capres cawapres tanggal 12 dan 22 Desember 2023.
Bagaimana elektabilitas para paslon pasca debat? Kita tunggu saja hasil survei berikutnya. Itupun masih akan terus berubah dan sangat mungkin angka-angka itu berbeda dengan hasil pemilihan realnya, pada 14 Februari 2024 mendatang. Seperti yang terjadi di Pemilu Turki beberapa waktu lalu. Recep Teyep Erdogan yang selalu kalah di lembaga survei justru unggul di Pemilu dari dua lawan politiknya. Sama dalam kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, Anies-Sandi yang tidak diunggulkan justru menjadi pemenang di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Wallhu’alam (Aswan AS)