ThePhrase.id – Di tengah isu kondisi ekonomi Indonesia yang sedang lesu, masyarakat terutama generasi muda terlihat masih konsumtif. Padahal kondisi saat ini sedang menunjukan bahwa daya beli masyarakat menurun. Fenomena ini juga dikenal sebagai lipstick effect.
Lipstick effect merupakan sebuah istilah untuk menggambarkan fenomena di mana konsumen tetap mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang kecil meskipun kondisi ekonomi sedang sulit atau saat daya beli menurun.
Istilah lipstick effect pertama kali diperkenalkan oleh Leonard Lauder, CEO Estée Lauder, yang melihat adanya lonjakan penjualan lipstik pasa masa resesi pada awal 2000-an. Fenomena ini mencerminkan perubahan pola konsumsi dari barang-barang mewah atau yang besar ke barang yang kecil dan lebih terjangkau namun tetap memberikan perasaan mewah atau yang sering disebut "affordableluxury".
Perubahan pola konsumsi ini menjadi bentuk pelarian emosional dari tekanan ekonomi yang semakin berat, di mana membeli barang-barang kecil yang terkesan mewah dapat memberikan perasaan senang dan kepuasan tersendiri.
Tak hanya terbatas pada produk kosmetik seperti lipstik, tetapi juga ke berbagai barang lain yang dianggap mampu memberikan kepuasan emosional dengan harga yang relatif terjangkau.
Contohnya, di tengah tekanan ekonomi, masyarakat tetap membeli kopi kekinian, aksesori fesyen, tiket konser, atau bahkan boneka koleksi yang sedang tren di media sosial. Barang-barang tersebut menjadi pelarian untuk mendapatkan rasa bahagia dan tetap eksis, meski pengeluaran untuk kebutuhan utama harus ditekan.
Di balik perilaku ini, terdapat faktor psikologis yang kuat. Saat situasi ekonomi tidak menentu dan tekanan hidup meningkat, banyak orang mencari cara untuk memberikan penghargaan kecil pada diri sendiri. Membeli barang-barang kecil yang menyenangkan menjadi bentuk self-reward yang mudah dijangkau tanpa harus mengorbankan keuangan secara besar-besaran.
Selain itu, pengaruh media sosial dan budaya FOMO (fear of missing out) di kalangan generasi muda turut memperkuat dorongan konsumtif ini. Mereka ingin tetap mengikuti tren dan merasa tidak tertinggal dari lingkungan sosialnya.
Namun, di sisi lain, lipstick effect juga menjadi cerminan bahwa kondisi ekonomi memang sedang tidak baik-baik saja. Ketika masyarakat lebih memilih membeli barang kecil daripada investasi atau barang kebutuhan jangka panjang, hal ini menandakan adanya penurunan kepercayaan terhadap kondisi ekonomi dan masa depan.
Jika fenomena ini berlangsung dalam waktu lama, dikhawatirkan akan berdampak pada pola konsumsi masyarakat secara keseluruhan dan memperlambat pemulihan ekonomi.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan di tengah tekanan ekonomi. Memahami prioritas kebutuhan dan membatasi konsumsi impulsif dapat membantu menjaga stabilitas keuangan pribadi sekaligus mendukung pemulihan ekonomi nasional. [Syifaa]