lifestyleRelationship

Apa itu Stress Language? Ini Cara Mengenalinya dalam Hubungan

Penulis Ashila Syifaa
Apr 20, 2024
Ilustrasi pasangan yang sedang merasakan stres. (Foto: Pexels/Ketut Subiyanto)
Ilustrasi pasangan yang sedang merasakan stres. (Foto: Pexels/Ketut Subiyanto)

ThePhrase.id - Semua orang pastinya sudah mengenal love language atau bahasa cinta, seperti act of service, quality time, words of affirmation, receiving gifts, dan physical touch yang merupakan lima cara umum pasangan mengungkapkan dan menerima rasa cinta. 

Dengan mengetahui bahasa cinta tersebut, akan lebih mudah untuk menghadapi pasangan dan membangun hubungan yang lebih baik. 

Tetapi sudahkah kamu mengenal stress language atau bahasa stresSama halnya seperti love language, stress language juga dapat mempermudah cara kita untuk mengenal pola perilaku diri sendiri atau pasangan saat berada di bawah tekanan.

Stress languange pertama kali diciptakan oleh pakar kesehatan Chantal Donnelly yang dipublikasi dalam bukunya berjudul “Settled – How to Find Calm in a Stress-Inducing World”.

Dengan mengetahui bahasa stres diri sendiri dan pasangan, hal ini dapat memperbaiki hubungan dengan pasangan dan lebih memahami perasaan pasangan lebih dalam lagi. Selain memahami love language, stres language juga sama pentingnya untuk dipelajari.

Apa saja 5 bentuk stress language?

1. The Exploder

Ini adalah respons stres yang terlihat secara jelas yang tampak seperti gangguan, frustrasi, kemarahan, atau agresi. The exploder atau orang yang meledak saat merasakan stres akan cenderung menyalahkan orang lain atas kesulitan mereka. 

Bahasa stres ini juga biasa disebut sebagai respons fight-or-flight atau bertarung-atau-lari. Tak peduli situasinya apa, orang yang meledak akan merespons seolah-olah ada krisis dan akan marah, menjadi paranoid, atau merasa mendadak ingin pergi dalam tengah percakapan.

2. The Imploder

Imploder ini lebih tertutup dibandingan the explode. Imploder akan cenderung menginternalisasi stres mereka yang berujung menjadi putus asa, merasa tidak berdaya, dan lumpuh. Selain itu, mereka akan lebih banyak menyalahkan diri sendirii. 

Orang dengan bahasa stres ini mungkin kesulitan membuat kontak mata dan mungkin merasa terlalu mati rasa untuk mengekspresikan emosi. Karena itu, ekspresi mereka bisa meredam dan mereka bisa terasa jauh. Imploder memiliki rasa ingin bersembunyi dari dunia dan perilaku mereka sering disalahartikan sebagai mengabaikan atau 'ghosting' orang lain.

3. The Fixer

Tanggapan stres ini kadang-kadang bisa terlihat sebagai respons yang membantu secara kasat mata. Seiring waktu, bagaimanapun, hal ini bisa berubah menjadi menyebalkan, melanggar batas, dan berkesan tidak percaya pada kemampuan pasangan. 

The fixer merupakan orang yang selalu ingin memperbaiki masalah yang akan segera bertindak dan mencoba untuk memperbaiki sesuatu, apapun itu ketika mereka merasa stres—bahkan ketika tidak ada yang perlu diperbaiki atau sesuatu yang perlu diperbaiki tetapi bukanlah urusan mereka

Mereka yang selalu ingin memperbaiki masalah seringkali akan bertindak seperti seorang orang tua daripada seorang kekasih, hal ini dapat merusak hubungan karena pada awalnya terlihat membantu.

4. The Denier

Bahasa stres ini bisa menjadi pola perlindungan sesorang, biasanya bagi orang yang sejak kecil diajari untuk percaya bahwa menunjukkan tanda-tanda stres adalah tanda kelemahan. 

Denier atau penyangkal bisa terlihat seperti optimis yang tidak mau melihat kenyataan, seorang stoik yang menolak semua emosi, atau seseorang yang menggunakan positivitas untuk menolak kesedihan. 

Sering kali mereka akan mengatakan, dengan sikap tegar, hal-hal seperti 'Segalanya bisa lebih buruk' atau 'Saya baik-baik saja.' Mereka yang menyangkal akan menahan perasaan dan emosi, hal ini dapat berubah menjadi exploder atau imploder.

5. The Numb-er

The Numb-er atau orang yang memiliki bahasa stres yang mati rasa akan menggunakan cara-cara pelarian dan distraksi sebagai strategi mengatasi tekanan. 

Seseorang yang merasa mati rasa akan mencari pelarian dari segala hal, mulai dari alkohol atau obat-obatan, hingga bermain game online, berjudi, berbelanja, menggulir media sosial, atau menonton televisi secara berlebihan. Bahkan perilaku yang secara terlihat sehat pun bisa menjadi alat favorit bagi orang yang merasa mati rasa untuk menjadi pelarian, seperti berolahraga secara berlebihan atau bekerja terlalu keras.

Dengan mengetahui masing-masing bahasa stres ini, saat menjalin hubungan dengan pasangan dapat berkomunikasi lebih baik mengani stres. Koneksi akan terjalin dan mencegah diri sendiri dan pasangan untuk masuk dalam mode pertahan dan menjadi rektif.

Saat sudah mengetahui bahasa stres, komentar, pertikaian, dan nada bicara yang tidak perlu dapat dihindari ketika pasangan sedang merasa stres. [Syifaa]

 

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic