lifestyleHealth

Apa itu Toxic Masculinity dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental?

Penulis Ashila Syifaa
Jun 15, 2025
Ilustrasi toxic masculinity. (Foto: Freepik.com)
Ilustrasi toxic masculinity. (Foto: Freepik.com)

ThePhrase.id – Pernahkan kamu mendengar istilah toxic masculinity? Istilah ini merujuk pada tekanan budaya dan norma yang menuntut pria untuk berperilaku dengan cara tertentu yang dianggap “maskulin” secara berlebihan hingga toxic.

Terlebih dalam budaya patriarki, pria sering kali diharapkan untuk selalu kuat secara fisik dan emosional, tidak menunjukkan kelemahan seperti kesedihan atau ketakutan, bersikap dominan, agresif, dan menghindari segala sesuatu yang dianggap feminin.

Toxic masculinity menekankan aspek kekuatan, dominasi, dan superioritas sebagai ciri utama maskulinitas, serta menolak ekspresi emosi yang dianggap lemah.

Terkadang toxic masculinity sulit dibedakan dari karakteristik umum pria karena perilaku dan sikap tersebut sudah mengakar dalam norma budaya yang dianggap ‘normal’ bahkan menjadi ekspektasi terhadap pria. Beberapa contoh sikap toxic masculinity yang dianggap normal antara lain:

  • Perkataan seperti, “Namanya juga cowok…”
  • Menganggap perilaku kekerasan sebagai bukti kejantanan
  • Menganggap kebiasaan seperti merokok, minum alkohol berlebihan, atau menggunakan obat terlarang sebagai sesuatu yang "keren" dan bagian dari kejantanan
  • Bersikap misoginis dan mengontrol pasangan secara berlebihan

Meskipun toxic masculinity sudah berakar dalam norma budaya, terdapat beberapa ciri toxic masculinity meliputi:

  • Menyembunyikan emosi sedih dan mengeluh, hanya mengekspresikan keberanian dan amarah
  • Menolak menerima bantuan dan bergantung pada orang lain
  • Berperilaku kasar dan agresif, serta mendominasi orang lain, terutama wanita
  • Menganggap pekerjaan rumah tangga dan aktivitas feminin sebagai sesuatu yang tidak pantas bagi pria
  • Mengagungkan perilaku berisiko seperti merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi obat terlarang
  • Memiliki sikap misoginis, heteroseksisme, dan homofobia 

Tak hanya itu, nyatanya toxic masculinity juga memberikan tekanan berat pada pria agar tampil dengan citra yang kuat, sehingga berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Pria yang terjebak dalam toxic masculinity sering kali:

  • Memendam perasaan sedih atau cemas, yang dapat menyebabkan stres, depresi, dan gangguan emosional lainnya
  • Enggan mencari bantuan profesional atau berbagi masalah karena takut dianggap lemah
  • Mengalami isolasi sosial dan kesepian akibat ketidakmampuan mengekspresikan emosi secara sehat
  • Berisiko tinggi melakukan bunuh diri, dengan angka bunuh diri pria yang tiga kali lebih tinggi dibanding wanita
  • Terlibat dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, yang memperburuk kondisi mental dan fisik mereka

Selain merugikan pria, toxic masculinity juga berdampak buruk pada kesehatan mental wanita, terutama melalui:

  • Kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan oleh pria yang terdorong oleh sikap dominasi dan agresif
  • Trauma psikologis, stres, dan gangguan mental akibat pelecehan dan ketidaksetaraan gender
  • Ketegangan dalam hubungan interpersonal karena pria dengan toxic masculinity cenderung melampiaskan tekanan emosionalnya pada pasangan atau anggota keluarga wanita
  • Meningkatkan ketidakadilan dan diskriminasi gender yang membuat wanita merasa terpinggirkan dan kurang dihargai secara psikologis

Toxic masculinity adalah konstruksi sosial yang mengekang ekspresi emosional pria dan mendorong perilaku dominan serta agresif yang merugikan baik pria maupun wanita. Dampaknya sangat luas, mulai dari gangguan kesehatan mental pria seperti depresi dan risiko bunuh diri, hingga trauma dan ketidaksetaraan yang dialami wanita. Mengatasi toxic masculinity penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional dan lebih setara gender. [Syifaa]

Tags Terkait

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic