ThePhrase.id - Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa partainya tidak memiliki DNA oposisi di setiap pemerintahan. Golkar disebut selalu "mengekor" kepada Presiden terpilih dari partai manapun.
Sejak dibentuk pada 20 Oktober 1964, Golkar didesain sebagai instrumen politik pemerintah dalam mewujudukan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Makanya, "menempel" kepada kekuasaan merupakan "rel politik" yang dijalankan oleh hampir semua Ketum Golkar.
“Karena Golkar itu lahir sebagai instrumen politik pemerintah dan cita-citanya adalah mewujudkan apa yang menjadi tujuan daripada kemerdekaan kita. Kecitraan, keadilan, kesehatan, pendidikan dan semuanya itu,” kata Bahli dalam sambutannya dalam acara dilkat ANgkatan Muda Partai Golkar (AMPG) di DPP Golkar, Jakarta Barat, Jumat (3/10) lalu.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa tidak pernah terjadi dalam sejarah Ketum Golkar yang terpilih sebagai presiden Indonesia. Bahlil menegaskan tujuan utama Golkar bukan menjadikan kadernya sebagai presiden, melainkan hanya memastikan partainya selalu menjadi bagian pemerintahan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, mengibaratkan partainya seperti teh Sosro yang punya tagline 'apapun makanannya, minumnya tetap teh Sosro.'
"Artinya, siapapun presidennya, anggota kabinetnya harus dari Golkar. Karena karya-kekaryaan itu di situ. Esensinya di sana," ungkapnya.
Menurut Ketua Dewan Pembina Pemuda Masjid Dunia itu, upaya oposisi pernah dilakukan oleh beberapa Ketum Golkar, tapi berujung pada pendongkelan posisinya dari partai belambang pohon beringin itu. Baginya, upaya semacam itu merupakan bentuk uji nyali yang akan selalu berujung pada kegagalan.
“Kita nggak punya budaya oposisi. Begitu Ketua Umum Golkar mau oposisi, ya lewat barang itu, tunggu hari saja. Dan sudah terjadi berkali-kali. Coba-coba saja coba. Uji nyali. Gak bisa, bos,” tegasnya.
“Makanya sejarah ini penting saya sampaikan. Bahwa Golkar ini dilahirkan untuk menjadi instrumen politik pemerintah dalam rangka mewujudkan cita-cita proklamasi yang ada pada Undang-Undang 1945 dan Pancasila,” tandasnya.
Penulis kawakan, Tere Liye menilai langkah politik Golkar yang hanya bisa merapat kepada barisan pemenang tak ubahnya sebagai partai yang haus kekuasaan dan tidak memilik prinsip.
"Ini tuh justru menunjukkan jika Golkar hanyalah partai yang haus kekuasaan, ikut siapapun yang menang. Pindah-pindah tidak punya prinsip yang penting dapat bagian," katanya di akun media sosialnya.
Alumnus Universitas Indonesia (UI) itu juga menuding Bahlil maupun partainya takut menjadi miskin lantaran tidak mau berada di barisan oposisi pemerintahan. "Nggak berani jadi oposisi, takut banget miskin," tandasnya. (M. Hafid)