ThePhrase.id – Guna mencapai target energi bersih, pemerintah berencana untuk menghentikan penggunaan LPG pada tahun 2030 mendatang, dan akan menggantinya dengan Dimethyl Ether (DME) yang kini tengah dikembangkan.
DME dipilih sebagai calon pengganti LPG karena dapat diproduksi dari berbagai sumber energi yang ramah lingkungan dan tentunya tidak merusak lapisan ozon bumi. Bahan DME bisa diolah dari coalbed methane (CBM), limbah, olahan batu bara berkalori rendah, atau biomassa yang tidak mengandung sulfur, dan tidak menghasilkan polutan particukate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx).
Dilansir dari Antara, Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Enegi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa perbedaan dari LPG dan DME antara lain LPG memiliki kandungan panas sebesar 12.076 kcal/kg dengan emisi 930 kg Co2/tahun, memiliki nilai kalor 50,56 MJ/kg, dan efisiensi 53,75-59,13 persen. Sementara DME memiliki kandungan panas sebesar 7.749 kcal/kg dengan emisi 745 kg Co2/tahun, memiliki nilai kalor DME 30,5 MJ/kg, dan efisiensi 64,7-68,9 persen.
"Dengan DME, hitungannya emisi akan jadi 745 kg Co2/tahun. Ini nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca," ujar Dadan.
Perbedaan api kompor DME yang lebih biru dibandingkan dengan api kompor LPG (Foto: Badan Litbang ESDM)
Badan Litbang Kementerian ESDM juga mengatakan bahwa penggunaan DME mempunyai banyak keunggulan bagi perekonomian nasional. Hadirnya DME bisa menekan impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun dengan produksi DME 1,4 juta ton per tahun, meningkatkan ketahanan energi nasional dan menghemat cadangan devisa Rp 9,7 triliun per tahun. Dampak lainnya adalah bisa menambah investasi hingga 2,1 miliar dollar AS, menciptakan multiplier effect hingga Rp 800 miliar per tahun, serta memberdayakan industri nasional yang melibatkan tenaga kerja lokal.
Meskipun memiliki keunggulan yang banyak, namun pemerintah mengatakan bahwa harga DME nantinya tidak akan lebih mahal dari LPG, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
Perencanaan penghentian impor BBM dan LPG sebelumnya telah disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Dewan Energi Nasional kepada Presiden Jokowi dalam rapat paripurna kabinet pada bulan April 2021 lalu.
Pada saat itu, beberapa hal yang disampaikan terkait dengan meningkatnya permintaan energi jangka panjang, dan masalah pada terbatasnya pasokan sumber daya dalam negeri.
DME 20% (Foto: Nawacita)
"Kemudian masih adanya impor BBM dan LPG, yang mana dalam strategi energi nasional, pada tahun 2030 kita tidak lagi impor BBM. Lalu, diupayakan juga tidak lagi impor LPG. Kita ingin capai 100 persen elektrifikasi, diharapkan semua daerah mendapatkan dukungan pasokan listrik. Demikian juga BBM, dengan program BBM satu harga harus bisa dinikmati masyarakat ke depannya," ujar Arifin.
Arifin menambahkan, rencana peralihan LPG ke DME sesuai dengan permintaan Presiden Jokowi, agar pembangunan energi diarahkan menuju green economy atau pembangunan yang berbasis lingkungan. Kementerian ESDM akan mempercepat penggunaan energi baru terbarukan untuk segera mencapai pembangunan tersebut.
"Di 2035 kita upayakan bauran energi terbarukan meningkat sampai 38 ribu megawatt," tandas Arifin. [hc]