features

Banteng Vs Celeng, Persaingan Jago atau Politik Viral?

Penulis Aswan AS
Oct 18, 2021
Banteng Vs Celeng, Persaingan Jago atau Politik Viral?
ThePhrase.id - Persaingan kubu Ganjar Pranowo dan kubu Puan Maharani memasuki babak baru. Ganjar yang sebelumnya dianggap kader “kemajon”, “keminter”, dan tak tahu diri oleh DPP PDI Perjuangan kini kembali mendapat serangan. Para pendukung Ganjar disebut sebagai Celeng (Babi Hutan) karena berada di luar barisan Banteng. Sebuah sebutan yang merendahkan karena celeng identik dengan binatang liar yang senang dengan tempat kotor.

Namun sebutan yang dianggap merendahkan itu kemudian dibalik oleh kubu Ganjar menjadi energi untuk konsolidasi internal dengan membuat simbol Celeng, kaos hingga yel-yel. Simbol, kaos dan yel-yel ini kemudian bertebaran beredar dalam bentuk meme di berbagai flatform media sosial. Sementara wacana Banteng VS Celeng sendiri menjadi trending berita di media mainstream.

Pertanyaannya apakah persaingan kedua kubu ini, real persaingan kader partai yang ingin maju di 2024 mendatang? Ataukah ini “game” yang sengaja dilempar ke gelanggang untuk mencuri perhatian sekaligus membangun euphoria agar penonton tetap fokus hingga 2024?

Ganjar Pranowo. (Foto: instagram/ganjar_pranowo)


“Konflik Banteng-Celeng membuktikan ketatnya persaingan di internal PDIP. Dinamika seperti ini biasa dalam suatu wadah, terlebih parpol besar seperti PDIP," ujar Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahap.

Menurut Fadhli, bertambahnya dukungan terhadap Ganjar Pranowo menjadi Capres justru akan menguntungkan PDIP sebagai wadah yang menaunginya.

Sementara Direktur Ekskutif Puspoll (Pusat Polling) Indonesia, Muslimin Tanja menyatakan kompetisi di tubuh PDIP itu real ada, tetapi oleh kubu Ganjar diubah menjadi issue counter untuk menarik dukungan termasuk dukungan di internal Pimpinan Pusat.

“60 persen pengurus DPP PDIP itu dukung Ganjar, termasuk dari kalangan istana,” jelas Muslimin.

Makanya, lanjut Muslimin, Ganjar tidak pernah dipanggil DPP atas sikapnya yang dinilai keterlaluan selama ini.

Sebutan sebagai kader yang keterlaluan, tak tahu diri, bahkan yang terakhir disebut sebagai Celeng itu bersumber dari satu orang, yakni Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Selain sebagai pengurus DPP Bidang pemenangan Pemilu, Bambang juga masih menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Tengah.

Statement Bambang ini yang kemudian diframing sebagai sikap DPP yang tidak senang dengan langkah Ganjar untuk menuju 2024.

“Kubu Puan pastilah ingin jagonya yang dicalonkan. Keinginan ini karena faktor kedekatan saja karena realitas politiknya electoral Puan belum juga merangkak naik meskipun sudah didesain dengan banyak cara,” terang Muslimin.

Muslimin juga menilai ini bukan viral game, tetapi kubu Ganjar piawai memviralkan setiap isu yang ada di sekitar jagonya. Karena sebagian besar tim Ganjar adalah kaum milenal yang banyak bermain di flatform media sosial.

Puan Maharani. (Foto: instagram/puanmaharaniri)


Muslimin menegaskan PDIP mengambil keuntungan banyak dengan isu persaingan Puan – Ganjar ini. Isu ini akan membuat PDIP semakin populer. Pooling terakhir yang dilakukan Puspoll Indonesia, PDIP masih menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi (20 % lebih). Isu sebagai, partai korup, kata muslimin tidak mempengaruhi elektabilitas partai ini.

“Responden mengakui PDIP sebagai partai yang paling tinggi tingkat korupsinya tetapi hal itu tidak membuat pemilih partai ini pindah ke partai lain,” tegas Muslimin.

Muslimin menduga sangat besar peluang Ganjar untuk menjadi Capres dari kandang Banteng. Karena di antara nama-nama yang beredar saat ini, Ganjar adalah salah satu nama Capres yang berada di papan atas.

“Saat ini Ganjar baru populer di Jawa bukan yang teratas, tetapi dia memiliki elektabilitas dengan trend naik. Beda dengan Anies, meskipun tinggi tetapi elektabilitasnya cenderung stabil,” ungkap Muslimin.

Tradisi PDIP, Capres partai ditentukan oleh Ketua Umum. Maka sangat mungkin di menit terakhir Ketua Umum akan menunjukkan kader partai dengan elektorel tertinggi.

“Logikanya, ketua umum partai tidak mau hanya menang di legislatif sementara Capresnya justru kalah akibat memajukan jagoan yang tidak pilih tanding,” pungkas Muslimin. (Aswan AS)

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic