ThePhrase.id - Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah juga dikenal dengan nama Benang Bintik yang memiliki berbagai motif khas. Batik ini memiliki keistimewaan tersendiri terutama bagi Suku Dayak, karena motif yang tertuang pada kain melambangkan kebudayaannya.
Benang dalam bahasa setempat berarti helaian kain putih sedangkan bintik memiliki arti desain atau gambar pada helaian kain.
Beberapa motif khas yang dapat ditemukan antara lain motif batang garing, motif huma betang, motif ukiran, motif senjata, motif naga, motif balanga, dan motif campuran.
Warna yang digunakan pada kain batik khas Kalimantan Tengah ini cenderung warna-warna berani yang cerah dan mencolok, seperti merah maroon, biru, merah, kuning dan juga hijau. Namun, tersedia juga warna-warna gelap dengan menggunakan warna hitam dan cokelat. Sedangkan untuk kain yang digunakan biasanya kain suter, kain semi-sutera, dan kain katun.
Selain warna dan kain yang digunakan, keistimewaan kain batik ini terletak pada setaip motifnya yang selalu ada motif batang garing. Bagi Suku Dayak Ngaju pemahaman dunia dimaknai melalui Pohon Batang Garing atau pohon kehidupan.
Pohon ini dipercaya telah diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju bernama Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam tetek tatum (ratap tangis sejati) menceritakan bahwa Ranying Hatalla Langit menciptakan dua pohon yang diberi nama Batang Gring Tingang (pohon kehidupan) dan Bungking Sangalang.
Motif ini digambar membentuk tombak dan menunju ke atas yang melambangkan Ranying Hatalla Langit. Pada bagian bawah pohon terdapat pot atau guci yang berisi air suci dan dahan berlekuk yang melambangkan Jata atau dunia Bawah. Sedangkan daun-daunnya melambangkan ekor Burung Enggang. Masing-masing dahan tersebut memiliki buah sebanyak tiga biji yang menghadap ke atas dan ke bawah. Hal ini melambangkan tiga kelompok besar keturunan Maharaja Sangiang Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu atau Bono.
Mengutip Kemendikbud, masyarakat Dayak Ngaju memahami Batang Garing sebagai simbol tingkatan alam yang terbagi menjadi tiga, yaitu alam atas, pantai danum kalunen atau bumi dan alam bawah atau air.
Alam atas adalah tempat tinggal Ranying Hatalla Langit, bumi adalah tempat tinggal manusia, dan alam bawah adalah tempat tinggal jata atau lilih atau Raden Tamanggung Sali Padadusan Dalam atau Tiung Layang Raja Memegang Jalan Harusan Bulau, Ije Punan Raja Jagan Pukung Sahewan.
Makna ini memberikan gambaran bahwa Suku Dayak melihat alam atas, bumi dan alam bawah sebagai satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, juga menggambarkan bagaimana masyarakat Dayak menghormati dan menghargai lingkungan alam di mana mereka tinggal. [Syifaa]