trending

Benarkah Reog Ponorogo Diklaim Budaya Malaysia?

Penulis Ashila Syifaa
Apr 13, 2022
Benarkah Reog Ponorogo Diklaim Budaya Malaysia?
ThePhrase.id - Reog Ponorogo yang sudah lama dikenal sebagai tarian tradisi Indonesia dikabarkan hampir diklaim oleh Malaysia untuk didaftarkan ke UNESCO. Pemerintah pun sudah mengajukan kesenian tersebut ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia pada 18 Februari 2022.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga telah mendaftarkan reog, tenun Indonesia, jamu dan tempe sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO, pada 25 Maret 2022.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, belum ada informasi resmi terkait ada negara lain yang turut mengajukan Reog ke UNESCO.

Reog Ponorogo. (Foto: kemenkopmk)


"Sampai saat ini tidak ada informasi resmi yang kami terima bahwa ada negara lain yang turut mengajukan Reog. Selain itu, publik perlu memahami bahwa Konvensi WBTb UNESCO bertujuan untuk melestarikan WBTb sesuai dengan kesepakatan internasional. Bukan untuk klaim kepemilikan budaya oleh negara yang mengajukan,” ujar Farid, dilansir Republika.

Ia menambahkan, Pemerintah terus mengupayakan agar elemen budaya Indonesia tidak hanya mendapatkan status di tingkat Internasional. Namun, yang terpenting adalah agar masyarakat Indonesia turut memberikan perhatian dan ikut melestarikan.

Keberadaan reog sudah ada sejak masa kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Budaya Reog Ponorogo berfungsi sebagai hiburan rakyat dan sangat lekat dengan hal-hal yang berbau mistis dan ilmu kebatinan yang kuat.

Penampilan reog yang bertahun-tahun sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan sudah melekat dari bagian budaya Ponorogo, Jawa Timur, sudah tercatat dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda oleh Mendikbud RI pada tahun 2013.

Anggota tim pengusul Reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO, Hamy Wahjunianto, mengatakan Reog Ponorogo perlu diproteksi. Proteksi yang dimaksud bukan hanya agar budaya tersebut tidak punah namun juga melestarikan keberadaaan seniman reog.

‘’Pandemi mengancam keberlangsungan reog karena seniman jarang pentas dan perajin tidak lagi berproduksi,’’ tandas Hamy.

Reog Ponorogo
Penampilan Reog. (Foto: Disbudparpora Ponorogo)


Imam Maliki warga asli Sukorejo, Ponorogo, pendiri group Reog Sardulo Mbalelo Bali (SMB) merasa khawatir terkait perkembangan budaya Reog Ponorogo.  Kekhawatiran ini bukan hanya dirasakan saat Malaysia tiba-tiba ingin mengklaim reog menjadi budayanya, namun juga saat pandemi Covid-19 melanda.

Imam Maliki dan timnya sebelum pandemi bisa tampil hingga 27 kali namun karena pandemi penampilan mereka terbatas. Ia berharap dengan terdaftarnya Reog Ponorogo di UNESCO dapat kembali membangkitkan gairah seniman reog.

“Group SMB sangat mendukung. Dengan harapan hal tersebut bisa sangat membantu pelestarian Reog,” tuturnya.

Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pemajuan Pelestarian Kebudayaan Kemenko PMK Jazziray Hartoyo  menjelaskan ketika Reog sudah disetujui untuk menjadi WBTB UNESCO artinya ada tanggung jawab bersama untuk menjaga budaya Indonesia.

“Jangan sampai sesudah mendapatkan pengakuan sebagai ICH UNESCO kemudian tidak dijaga. Karena ini kan sebuah pengakuan bahwa budaya yang kita miliki mempunyai special value yang sudah seharusnya dijaga agar bisa menjadi warisan untuk generasi kita,”tegasnya. [Syifaa]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic