ThePhrase.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan potensi terjadinya gempa megathrust di Indonesia.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebutkan adanya kekhawatiran ilmuwan terkait seismic gap pada Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Untuk diketahui, seismic gap area sepanjang batas lempeng aktif yang belum mengalami gempa besar selama lebih dari 30 tahun.
Menurut BMKG, gempa besar di kedua segmen megathrust ini dapat terjadi kapan saja, mengingat sudah ratusan tahun tidak ada kejadian gempa besar di wilayah tersebut. BMKG memperkirakan kekuatan gempa maksimal di Megathrust Selat Sunda bisa mencapai M 8,7, sedangkan di Megathrust Mentawai-Siberut bisa mencapai M 8,9.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” ujar Daryono melansir cnbcindonesia.com.
Namun, ada kemungkinan kekuatan gempa di wilayah tersebut bisa mencapai M 9 atau lebih. Melansir kompas.com, hal ini dapat terjadi jika gempa di Megathrust Selat Sunda bersamaan dengan aktivitas di segmen lain yang berada di atasnya, seperti Megathrust Enggano di Bengkulu dan Megathrust Jawa Barat-Tengah.
Gempa besar seperti ini dapat memicu tsunami yang lebih tinggi, mirip dengan dampak gempa M 9,3 yang melanda Aceh pada tahun 2004.
Meski demikian, Daryono menegaskan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu khawatir. BMKG telah menyiapkan sistem monitoring, pemrosesan, dan penyebaran informasi gempa serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat untuk antisipasi dan mitigasi.
Dengan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), BMKG dapat segera menyebarluaskan informasi mengenai gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia.
BMKG juga telah melaksanakan berbagai upaya mitigasi, termasuk edukasi, pelatihan mitigasi, dan drill evakuasi berbasis pemodelan tsunami. Kegiatan ini meliputi Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS), dan Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).
"Harapan kami, semoga upaya kita dalam mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dapat berhasil dengan dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim," tutupnya. [nadira]