trending

BMKG Prediksi Musim Kemarau 2025 Lebih Pendek

Penulis Nadira Sekar
Apr 16, 2025
Foto: Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati (dok. BMKG)
Foto: Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati (dok. BMKG)

ThePhrase.id - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa awal musim kemarau 2025 sudah mulai terjadi sejak April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.

Kendati demikian, berdasarkan hasil analisis dinamika iklim global dan regional hingga pertengahan April 2025, BMKG memprediksi bahwa musim kemarau tahun ini akan berlangsung lebih singkat dibandingkan biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia.

“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujar Dwikorita.

Ia menerangkan bahwa kondisi iklim global seperti El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral. Hal ini menandakan tidak adanya gangguan besar dari Samudra Pasifik maupun Hindia hingga paruh kedua 2025.

Meski demikian, suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan tetap bertahan hingga bulan September 2025. Kondisi ini bisa memengaruhi pola cuaca lokal.

Dwikorita juga mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi antara Juni hingga Agustus 2025. Wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diprediksi mengalami kekeringan paling intens pada Agustus.

Adapun sifat musim kemarau 2025 diperkirakan bervariasi. Sekitar 60% wilayah akan mengalami kemarau dengan intensitas normal, 26% wilayah akan mengalami musim kemarau yang lebih basah dari biasanya, dan 14% sisanya akan lebih kering.

“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” tambahnya.

Sebagai langkah mitigasi, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi penting, khususnya bagi sektor-sektor vital. Untuk sektor pertanian, disarankan untuk melakukan penyesuaian jadwal tanam sesuai prediksi awal musim kemarau, pemilihan varietas tanaman tahan kering, serta pengelolaan air yang efisien guna menjaga produktivitas di tengah curah hujan terbatas.

“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” imbuhnya.

Di sektor kebencanaan, Dwikorita menekankan pentingnya kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah yang diprediksi mengalami kemarau normal hingga lebih kering. Selama masih ada hujan, perlu dilakukan upaya pembasahan lahan gambut serta pengisian embung-embung air sebagai langkah pencegahan.

Untuk sektor lingkungan dan kesehatan, masyarakat diimbau waspada terhadap potensi penurunan kualitas udara, terutama di wilayah perkotaan dan daerah rawan karhutla, serta dampak suhu tinggi dan kelembapan yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan.

Terakhir, untuk sektor energi dan sumber daya air, BMKG mengimbau agar pengelolaan air dilakukan secara bijak dan efisien untuk menjamin kelangsungan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem irigasi, dan kebutuhan air bersih selama musim kemarau berlangsung. [nadira]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic