ThePhrase.id – Ketetapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat PPKM Darurat dan Level 4 di Indonesia untuk mencegah kenaikan tren kasus Covid-19 membuat seluruh kegiatan masyarakat dibatasi untuk sementara. Termasuk pada beberapa sektor pekerjaan yang dianjurkan untuk dilakukan dari rumah atau juga dikenal dengan Work From Home.
Ilustrasi burnout syndrome. Foto: pixabay.com
Meskipun terdengar lebih santai karena tak perlu mengejar jam kantor, nyatanya penerapan WFH juga dapat membuat seseorang mengalami burnout syndrome, loh. Menurut World Health Organization (WHO), burnout syndrome dikenal sebagai kondisi stres berlebih ditandai dengan timbulnya rasa kelelahan, kesal, dan ketidakpuasan terhadap suatu pekerjaan baik secara fisik maupun psikologis.
Dilansir dari kanal YouTube situs kesehatan dokterawam pada bulan Juni 2021 lalu, dr Andreas Kurniawan Sp,KJ memaparkan beberapa gejala burnout syndrome secara umum, yakni berkurangnya efisiensi atau efektifitas kerja, hilangnya energi atau motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan, serta terjadinya disengagement atau perasaan ingin menjauh dari hal yang terkait dengan pekerjaan.
“Yang terpenting adalah hilangnya engagement, ketika kita hilang relasi atau merasa kehilangan perasaan dengan apa yang kita lakukan,” ujarnya.
Gejala-gejala demikian juga dapat terjadi pada pekerja di masa WFH. Menurut dr Martio Elmidia Putri, MKK, lulusan Magister Kedokteran Kerja dari Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, burnout syndrome saat WFH dapat terjadi karena bercampurnya kehidupan pribadi dengan aktivitas pekerjaan yang dilakukan di tempat yang sama.
“Kehidupan pribadi yang bercampur dengan aktivitas kerja bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya burnout syndrome,” ujarnya saat dihubungi ThePhrase.id Rabu (11/8).
Selain itu, faktor lain yang mendorong burnout syndrome di antaranya jam kerja yang tidak teratur, suasana di dalam rumah yang kurang mendukung, dan rasa jenuh dengan lingkungan yang sama untuk bekerja dan beristirahat, sehingga membuat work-life balance menjadi terganggu.
“Rasa untuk memberikan lebih dan menunjukkan produktivitas maksimal sehingga waktu kerja dan istirahat bercampur atau mixed,” lanjutnya.
Lebih jauh, Tio menjelaskan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi burnout syndrome bagi pekerja yang sedang melakukan WFH dengan menyeimbangkan antara jadwal kerja dan jam istirahat.
“Bila aktivitas fisik seperti mandi dan persiapan berangkat kerja dilakukan jam 6 pagi, usahakan jadwalnya tidak berubah,” tuturnya.
Ilustrasi olah raga. Foto: pixabay
Selain itu, ia juga menyarankan untuk menyediakan atau mengatur ruangan khusus bekerja di rumah, sehingga meminimalisir gangguan dari aktivitas rumah tangga pada saat melakukan pekerjaan. Ia juga menambahkan agar pekerja memperhatikan posisi duduk sehingga mengurangi kelelahan pada mata dan otot.
“Beri jeda waktu untuk stretching, untuk mengurangi kelelahan pada mata akibat computer syndrome,” ujarnya.
Ilustrasi makanan sehat. Foto: pixabay
Menerapkan pola hidup sehat saat bekerja dari rumah juga tak kalah penting, misalnya dengan menkonsumsi air putih yang cukup, makan makanan sehat dan gizi seimbang, diiringi dengan memberi kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat dan melakukan aktivitas ringan lain.
“Beristirahat dan melakukan kegiatan yang meningkatkan kadar serotonin sehingga tubuh menjadi rileks dan nyaman, seperti menyiram tanaman, atau menyalurkan hobi,” sambungnya.
Sebagai penutup, Tio juga menganjurkan agar para pekerja terhindar dari burnout syndrome saat WFH dengan melakukan aktivitas olahraga sesuai dengan kondisi tubuh untuk menjaga kebugaran. Selain itu, juga dengan menerapkan jam tidur yang cukup untuk pemulihan energi. (Regita)