ThePhrase.id - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menyita perhatian masyarakat luas sejak diluncurkan pertama kali pada awal Januari 2025 hingga saat ini. Pasalnya, program mercusuar Presiden Prabowo Subianto ini menghadapi banyak permasalahan, mulai dari dugaan pemotongan anggaran per porsi, banyaknya siswa keracunan, hingga tidak maksimalnya serapan anggaran.
Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penanggungjawab program MBG diberi anggaran paling besar ketimbang Kementerian/Lembaga lainnya, yakni sebesar 71 triliun untuk periode 2025. Persoalannya, serapan anggaran tersebut tidak maksimal, bahkan hanya terserap sebanyak 13% atau Rp17 triliun hingga September 2025. Sementara, sisa anggaran tersebut harus terserap habis di akhir 2025.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa sempat mengancam akan menarik sisa anggaran yang masih mengendap di BGN untuk dialihkan ke program lainnya. Purbaya meyakini BGN tidak akan mampu menyerap anggaran 100% hingga akhir 2025.
"Kalau di akhir Oktober (2025) kita bisa hitung dan antisipasi penyerapannya (anggaran MBG) hanya sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain, untuk mengurangi defisit atau mengurangi utang. Pada dasarnya, gak ada uang nganggur yang di-earmark sampai akhir tahun," kata Purbaya dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9).
Purbaya juga mengklaim bahwa dirinya mendapat persetujuan Prabowo untuk mengambil sisa anggaran MBG dan dialihkan ke program lainnya.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengaku tidak khawatir dengan ancaman bendahara negara itu, bahkan dia meyakini lembaganya akan mampu menyerap dari semua anggaran yang ada.
"Saya gak khawatir terkait dengan itu (ancaman Menkeu Purbaya). Karena penyerapan kita insyaallah akan selesai, apalagi Rp71 triliun pasti terserap (di 2025)," kata Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9).
Meski serapan anggarannya seret, Dadan masih memamerkan bahwa Prabowo disebut sudah menyediakan anggaran tambahan sebesar Rp100 triliun untuk program MBG pada tahun ini. Dadan menyebut, BGN hanya membutuhkan separuhnya atau Rp50 triliun dari rencana tambahan tersebut.
"Pak Presiden sudah membuat stand by (anggaran tambahan) Rp100 triliun. Saya sudah sampaikan jauh hari ke Pak Presiden, kita tidak akan bisa menggunakan anggaran tambahan Rp100 triliun. Jadi, yang Rp50 triliun silakan digunakan untuk kepentingan lain. Kami sudah sampaikan itu dan Pak Presiden cukup kaget, 'Jadi, saya masih punya Rp50 triliun?'. 'Silakan pak untuk kegiatan lain'," ungkapnya.
Dadan mengaku tidak risau dengan ancaman maupun seretnya serapan anggaran hingga September ini, karena dia mengaku mengetahui apa yang akan dilakukan agar anggaran jumbo tersebut terserap maksimal hingga akhir tahun.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkue) Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa program MBG sudah diterima oleh 22,7 juta penerima hingga September 2025. Sementara jumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG di seluruh Indonesia sudah mencapai 7.644.
“Jumlah ini terus meningkat dan kita berharap bahwa dari hari ke hari akan ada peningkatan pelayanan kepada penerima MBG sehingga nantinya akan mencapai target menuju 82,9 juta penerima,” kata Suahasil di kantor Kementerian Keuangan, Senin (22/9).
Namun sebaran penerima MBG dapat disebut belum merata di seluruh Indoesia, sebab sampai saat ini sebaran penerimanya paling banyak ada di pulau Jawa, yakni sebanyak 13,26 juta orang. Kemudian disusul Sumatra sebanyak 4,86 juta orang, Sulawesi sebanyak 1,7 juta orang, Kalimantan 1,03 juta orang, Bali-Nusa Tenggara sebanyak 1,34 juta orang, dan Maluku-Papua sebanyak 520 orang.
Ribuan Siswa Keracunan
Selain persoalan penyerapan anggaran, masalah keracunan yang dialami ribuan siswa di beberapa daerah usai menyantap MBG perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Tujuan mulia dari program MBG, yakni untuk memperbaiki gizi para siswa dan menanggulangi stunting, justru malah membuat mereka keracunan.
Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari mengungkapkan data jumlah siswa yang keracunan usai menyantap MBG. Berdasarkan data yang diterima dari BGN, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), masing-masing melaporkan bahwa siswa yang keracunan lebih 5000.
“(Data) dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” kata Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9).
Menurut Qodari, Jawa Barat (Jabar) menjadi provinsi yang paling banyak terjadi kasus keracunan MBG. “Puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” ungkapnya.
Ada empat indikator yang sebabkan keracunan antara lain, yakni higienitas makanan, suhu makanan dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang dari petugas, dan ada indikasi sebagian disebabkan alergi pada penerima manfaat.
Qodari pun menekankan agar SPPG memiliki sertifikat yang jelas sehingga dapat mengurangi terjadinya keracunan, seperti sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi dari Kementerian Kesehatan.
“Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” imbuh Qodari.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani turut memberi perhatian terhadap banyak insiden keracunan akibat MBG. Dia mengingatkan pemerintah agar program MBG ini tidak dapat merugikan anak-anak.
“Ya harus selalu dilakukan evaluasi untuk bisa ditindaklanjuti, agar pelaksanaannya di lapangan bisa menjadi lebih baik. Jangan sampai kemudian anak-anak yang kemudian dirugikan,” ujar Puan saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (22/9/2025).
Puan menilai, untuk mengurangi insiden keracunan di sejumlah daerah, maka harus dilakukan evaluasi secara total. “Jadi memang tidak mudah untuk melaksanakan hal tersebut, karenanya memang pihak-pihak yang terkait harus bisa melakukan evaluasi total,” tandasnya. (M Hafid)