politics

CSIS: Skenario Calon Tunggal di Pilkada Jakarta Sudah Kebablasan

Penulis Rangga Bijak Aditya
Aug 09, 2024
Ketua Departemen Politik dan Perubahan CSIS, Arya Fernandes dalam CSIS Media Briefing: Peta Kompetisi Pilkada 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/24). (Foto: Tangkapan layar YouTube/CSIS Indonesia.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan CSIS, Arya Fernandes dalam CSIS Media Briefing: Peta Kompetisi Pilkada 2024 di Jakarta, Kamis (8/8/24). (Foto: Tangkapan layar YouTube/CSIS Indonesia.

ThePhrase.id - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai munculnya skenario calon tunggal melawan “kotak kosong” di Pilkada Jakarta sudah menjadi hal yang kebablasan dalam berdemokrasi.

Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes mengatakan apabila hal tersebut terjadi, maka demokrasi yang dibangun dalam prosesnya menjadi tidak sehat.

“Menurut saya, kalau ada skenario partai-partai untuk mendesain pilkada melawan kotak kosong, saya kira itu sudah kebablasan, dan itu tidak menunjukkan semangat untuk membangun demokrasi yang sehat,” ucap Arya dalam CSIS Media Briefing: Peta Kompetisi Pilkada 2024 di kawasan Gambir, Jakarta, Kamis (8/8).

Ia menyebut bahwa esensi pilkada ialah kompetisi. Jadi, apabila Pilkada Jakarta hanya diikuti oleh calon tunggal dan tak ada kompetisi dengan calon lainnya, maka hal tersebut tidak menunjukkan praktik demokrasi yang baik.

Diketahui skenario calon tunggal muncul setelah Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengumumkan akan ada partai politik lain yang bergabung untuk ikut mendukung pencalonan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta.

Arya kemudian menjelaskan Pilkada Jakarta dapat terhindar dari calon tunggal melawan kotak kosong apabila partai-partai politik di luar KIM tetap solid, khususnya partai politik yang sebelumnya sudah mengumumkan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon gubernur Jakarta.

“Kalau kita lihat di Jakarta, sebenarnya potensinya terjadi head-to-head, dan head-to-head itu bisa terjadi kalau PKS, NasDem, dan PKB, plus PDIP bisa solid,” tukasnya.

Meskipun demikian, ia memaparkan skenario lainnya yang dapat terjadi agar Pilkada Jakarta dapat diikuti dua calon gubernur, walaupun satu atau dua partai memutuskan untuk bergabung dengan KIM.

Terkecuali apabila PKS dan PDIP hengkang, maka partai politik tersisa yakni NasDem dan PKB, meskipun berkoalisi tetap tidak bisa mengusung cagub-cawagub di Jakarta karena kursi DPRD yang masih kurang.

“Jadi, saya kira kita mendorong agar partai-partai yang belum menentukan calon ini, dalam hal ini tentu PKS, NasDem, PKB, dan PDIP tentunya untuk paling tidak, bisa memberikan sinyalemen ya, kira-kira akan mendukung siapa,” pungkas Arya. (Rangga)

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic