trending

Cuaca Panas Meski Musim Hujan, Apa Penyebabnya?

Penulis Nadira Sekar
Dec 27, 2023
Foto: Ilustrasi Cuaca Panas (freepik.com)
Foto: Ilustrasi Cuaca Panas (freepik.com)

ThePhrase.id - Indonesia, sebagai negara dengan iklim tropis, memiliki dua musim utama yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung mulai dari bulan Oktober atau November hingga Maret atau April. 

Musim hujan biasanya diidentikkan dengan cuaca yang sejuk dan gerimis yang menyegarkan. Namun, belakangan ini, fenomena yang tidak biasa terjadi di beberapa wilayah di mana meskipun dalam musim hujan, suhu udara tetap tinggi dan cuaca terasa panas. Lantas apa penyebab utama dari cuaca panas ini di tengah musim hujan?

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu panas dan cuaca terik pada siang hari tidak hanya terjadi di Jabodetabek, tetapi juga di beberapa wilayah di sekitar selatan ekuator.

BMKG menjelaskan melalui akun Instagram resmi mereka (@infobmkg) bahwa aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan menyebabkan aliran massa udara basah ke arah selatan ekuator menurun. Akibatnya, kandungan uap air menjadi sedikit di selatan ekuator, sehingga hujan masih jarang terjadi.

"Kandungan uap air yang sedikit di selatan ekuator menyebabkan kurangnya pertumbuhan awan hujan di wilayah Jawa - Nusa Tenggara sehingga sinar matahari secara intens langsung ke permukaan bumi di wilayah tersebut," ungkap BMKG.

Meskipun hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dan Nusa Tenggara mengalami suhu panas dan cuaca terik, hujan intensitas lebat masih terjadi dalam sepekan terakhir di sebagian wilayah Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Ini disebabkan oleh pola tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan yang membentuk pola pertemuan dan belokan angin, yang menghasilkan peningkatan awan hujan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Selain itu, Pakar klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan bahwa penguatan El Nino juga berkontribusi pada cuaca panas ini. Data dari BMKG menunjukkan bahwa penanda El Nino seperti Southern Oscillation Index (SOI) dan NINO 3.4 tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia, masing-masing bernilai -1,4 (netral) dan +1,61 pada Kamis (21/12).

Lebih lanjut, Erma menjelaskan bahwa intensitas El Nino diperkirakan mencapai puncaknya pada Desember hingga Januari.

"Hal ini ditandai dengan pendinginan suhu muka laut hingga lapisan termoklin di dekat Papua yang semakin meluas dan menebal. Jika laut dingin maka awan dan hujan sulit terbentuk," katanya.

Erma mengungkap bahwa pola El Nino 2023 mirip dengan yang terjadi pada 1997. Pada waktu itu, terjadi defisit curah hujan sekitar 500-700 milimeter selama Desember hingga Februari.

Selain itu, Indeks Dipole Mode (IOD) positif dan Ossilasi Madden-Julian (MJO) saat ini lemah dan berada pada fase 7 di Samudra Pasifik, yang mengurangi kemungkinan terbentuknya awan di Samudra Hindia yang menuju ke Indonesia. [nadira]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic