ThePhrase.id - Debat perdana para calon presiden peserta pemilu 2024, Selasa malam (12/12) diwarnai aksi saling serang dan sikap emosional yang menonjol dari salah satu capres peserta debat. Anies yang sejak awal disebut sebagai antitesa Jokowi tampil bak seorang penantang yang akan memperebutkan sabuk dari juara bertahan yang direpesentasikan Prabowo Subianto.
Secara psikologis, seorang dalam posisi juara bertahan bebannya lebih berat karena dia harus mempertahankan mahkota atau prestasi yang telah diraihnya. Kelemahan seorang juara bertahan adalah faktor usia yang harus menghadapi penantang yang secara fisik lebih bugar dan lebih bertenaga. Sebaliknya, seorang penantang akan tampil lebih ringan dan tanpa beban sehingga bebas bermanuver untuk menjatuhkan lawan. Namun demikian, seorang juara memiliki kelebihan, yakni pengalaman bertanding yang memberinya sebuah spirit atau semangat yang tak mudah patah atau menyerah yang disebut dengan mental juara.
Sayangnya, Prabowo Subianto sebagai representasi juara bertahan itu tidak menampilkan sikap matang sebagai seorang pemenang. Prabowo masih terpancing oleh serangan atau provokasi lawan yang membuatnya tidak waspada dan tidak bisa mengelak serangan berikutnya. Untung saja, bel tanda ronde berakhir telah menyelamatkannya sehingga kelimbungannya akibat serangan lawan tidak terlalu kelihatan.
“Dan, kita ini bukan anak kecil Mas Anies…,” kata Prabowo. “Anda juga faham ya,,, sudahlah…ya. Sekarang begini, intinya rakyat yang putuskan, rakyat yang menilai. Kalau rakyat tidak suka Prabowo Gibran, jangan pilih kami,” ucap Prabowo dengan nada tinggi.
Nada tinggi Prabowo ini menjawab pertanyaan Anies pada sesi tanya jawab antar Capres. Anies menanyakan tentang perasaan Prabowo ketika memutuskan memilih Gibran sebagai cawapres yang bermasalah secara etik dalam penetapan keputusannya.
Merasa belum nyaman dengan jawabannya, Prabowo masih melanjutkan kalimatnya dengan menunjuk-nunjuk Anies sambil berkata dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.
“Dan saya tidak takut tidak punya jabatan Mas Anies,,! Sorry ye..sorry ye,,.. Mas Anies saya tidak punya apa-apa, saya siap mati untuk negara ini,” ucap Prabowo berapi-api.
Melihat lawan sudah tidak stabil, Anies dengan tenang melancarkan serangan susulan dengan mengemukakan fenomena orang dalam dalam setiap proses kompetisi di negeri ini.
“Fenomena ordal itu menyebalkan,’ kata Anies melanjutkan.” Di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal, mau ikut kesebelasan ada ordalnya, mau jadi guru ada ordal, mau daftar sekolah ada ordal, mau dapat tiket untuk konser ada ordal, di mana-mana yang membuat meritokratik enggak berjalan, yang membuat etika luntur. Dan fenomena ordal itu bukan hanya di masyarakat tetapi juga pada proses paling puncak terjadi ordal,” ucap Anies.
Anies menutup serangannya itu dengan menceritakan kisah para guru yang bercerita kepadanya tentang fenomena orang dalam atau ordal itu dalam pengangkatan mereka sebagai guru. Ketika ordal itu disampaikan kepada atasan guru tersebut, atasan itu berkata, “ di Jakarta saja pakai ordal, kenapa kita yang dibawah tidak boleh pakai ordal,” Anies menutup kisahnya.
Membalas tanggapan Anies tersebut, Prabowo merespon dengan menurunkan tekanan suaranya dengan nada persuasif.
“Mas anies…” kata Prabowo dengan merapatkan kedua telapak tangannya di bawah dagu, “Dalam demokrasi kekuasaan tertinggi ada di rakyat, hakim yang tertinggi adalah rajyat, tanggal 14 Februari rakyat yang akan mengambil keputusan. Kalau kami tidak benar, salah, berkhianat rakyat yang akan menghukum kami,” kata Prabiwo dengan nada pasrah.
Suasana panas antara Prabowo dan Anies itu sudah dimulai pada sesi menjawab pertanyaan panelis yang dibacakan oleh moderator. Anies mendapat pertayaan tentang tata kelola partai politik untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada partai agar demokrasi semakin berkualitas.
Dalam jawabannya, Anies memulai dengan menyinggung rendahnya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi yang ada sekarang.
“Masalahnya Itu lebih jauh dari sekadar partai politik,” kata Anies. Demokrasi itu kata Anies mensyaratkan 3 hal. Pertama, adanya kebebasan berbicara, Kedua, adanya oposisi yang bebas mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah. Ketiga, adanya proses pemilu yang netral, jujur dan adil.
Dua dari 3 itu, yakni kebebasan berbicara dan oposisi, menurut Anies hari ini bermasalah dengan adanya pasal karet yang digunakan untuk menindak pihak-pihak yang mengkritik pemerintah. Sementara oposisi sekarang sangat minim terjadi dalam pemerintahan hari ini. Adapun Pemilu 2024 ini, kata Anies akan menjadi batu ujian bagi proses pemilu yang netral jujjur dan adil.
Prabowo yang diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban Anies tidak bisa menutupi kegelisahannya.
“Mas Anies, mas Anies!” ucap Prabowo yang disambut riuh penonton yang hadir di acara debat itu. “Saya berpendapat Mas Anies ini agak berlebihan,” kata Prabowo. Berlebihan itu, menurut Prabowo karena Anies terpilih sebagai gubernur Jakarta dalam pemerintahan dan suasana demokrasi yang dikritiknya tadi.
Prabowo kemudian mengungkit tentang perannya ketika mengusung Anies sebagai calon gubernur tahun 2017 lalu.
“Saya yang mengusung Bapak!” kata Prabowo,” kalau demokrasi kita tidak berjalan tidak mungkin Anda jadi gubernur! Kalau Jokowi diktator tidak mungkin Anda jadi gubernur! ” ujar Prabowo dengan nada tinggi.
Prabowo melanjutkan dengan menyebutkan dirinya sebagai oposisi ketika mengusung Anies sebagai calon gubernur. “Kita oposisi, anda terpilih,” Prabowo menghentikan ucapan karena waktu habis dan diapun menutup dengan goyang gemoynya.
Sontak jawaban dan gerak joget Prabowo itu membuat pendukungnya riuh yang mengharuskan moderator berkali-kali menenangkan masa pendukungnya untuk bersikap tenang.
Diberi kesempatan untuk melakukan serang balik, Anies menjelaskan tentang posisi penting oposisi dalam demokrasi. Sayangnya, lanjut Anies tidak semua orang tahan untuk berada sebagai oposisi.
“Seperti yang disampaikan Pak Probowo, Pak Prabowo tidak tahan sebagai opisisi. Beliau sendiri yang menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis, tidak bisa berusaha,” kata anies dalam serangan baliknya. Serangan yang membuat Prabowo tidak nyaman yang terlihat dengan gerakan mulutnya yang diarahkan ke Anies.
Anies pun menutup serangan dengan satu kalimat “Kekuasaan itu lebih dari soal bisnis, kekuasaan lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat,” tutup Anies yang disambut dengan tepuk tangan dan teriakan para penonton di arena debat itu.
Debat adalah salah format kampanye yang disajikan KPU untuk melihat kualitas dan kapasitas setiap capres-cawapres. Anies dan Prabowo adalah dua capres yang banyak ditunggu publik gagasannya karena keduanya dipersepsikan berada dalam dua kutub yang berlawanan. Anies yang mengusung tema perubahan sudah dipastikan akan menjadi korektor dan evaluator semua program dan kinerja pemerintahan Joko widodo. Sementara Prabowo yang mengusung tema keberlanjutan adalah reprsentasi pemerintah yang mempertahankan apa yang telah dilakukan pemerintah selama ini.
Dalam debat pertama ini, jelas sang juara bertahan terlihat terdesak. Sementara penantang terlihat tenang hingga di akhir ronde. Nada tinggi dan teriakan heroik Prabowo ketika menjawab memang membangkitkan adrenalin dan moral tempurnya sebagai seorang mantan prajurit untuk menutupi usia yang makin senja. Tapi jangan lupa, medan tempur seorang prajurit berbeda dengan medan laga seorang politisi.
Publik akan menunggu debat-debat berikutnya, termasuk debat cawapres yang akan mempertontonkan anak muda yang masuk arena karena perubahan syarat usia dengan pemain lama yang sudah malang melintang di banyak arena. Kita tunggu saja. (Aswan AS)