politics

Ditolak Publik, Prabowo Tetap Beri Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto

Penulis M. Hafid
Nov 10, 2025
Presiden Prabowo Subianto saat memberikan plakat gelar pahlawan nasional kepada ahli waris Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto dan Bambang Trihatmodjo di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11). Foto: tangkapan layar Youtube Sekretaris Presiden.
Presiden Prabowo Subianto saat memberikan plakat gelar pahlawan nasional kepada ahli waris Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto dan Bambang Trihatmodjo di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11). Foto: tangkapan layar Youtube Sekretaris Presiden.

ThePhrase.id - Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI sekaligus mantan mertuanya, Soeharto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11).

Soeharto dinilai berjasa dan menjadi pahlawan dalam bidang perjuangan selama masa kemerdekaan Indonesia. Plakat dan dokumen gelar pahlawan itu diserahkan kepada putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto dan Bambang Trihatmodjo selaku ahli waris.

"Jenderal Soeharto menonjol sejak masa kemerdekaan. Sebagai wakil komandan BKR Yogyakarta, ia memimpin pelucutan senjata Jepang, Kota Baru 1945," kata narator saat Prabowo memberikan tanda gelar kepada ahli waris yang menerima.

Gelar pahlawan nasional itu diberikan Prabowo di tengah banyaknya penolakan publik. Sebab, Soeharto dinilai tidak layak menerima gelar tersebut lantaran terseret kasus HAM berat yang hingga belum ada titik penyelesaian.

Penolakan pemberian gelar terhadap Soeharto muncul dari politisi, aktivis, hingga tokoh agama.

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menjadi salah satu dari beberapa politisi yang menolak pemberian gelar pahalawan nasional terhadap Soeharto. Menurut dia, pahlawan tidak boleh memiliki sejarah kelam sebagaimana yang dimiliki Soeharto.

"Pahlawan sejati bukanlah dia yang membawa dampak kesengsaraan begitu banyak. Bukanlah dia yang pernah membungkam suara-suara kritis dari aktivis mahasiswa,” kata Bonnie, Sabtu (8/11).

Sejarawan itu menyampaikan bahwa Soeharto kerap membungkam suara maupun kritikan dari masyarakat dengan cara ditangkap, bahkan dihilangkan secara paksa.

Soeharto juga meninggalkan krisis ekonomi di Indonesia yang curam. Kendati, dia tetap dijuluki sebagai bapak pembangunan Indonesia. "Krisis tahun 1997-1998 itu menunjukkan bahwa apa yang dibangun selama puluhan tahun itu hanya seperti raksasa berkaki tanah lempung, tidak kuat dia menyangga," ucapnya.

Politisi PDIP itu juga mengungkapkan bahwa tidak hanya terjadi penghilangan nyawa, tapi juga perampasan harta masyarakat. Seperti kasus penggusuran untuk pembuatan Waduk Kedung Ombo, perampasan lahan di Tapos, Bogor, dan sengketa lahan lainnya.

"Dia yang menyebabkan puluhan, seratusan ribu orang hilang tidak hanya kehilangan nyawa, tetapi juga kehilangan hartanya," tegasnya.

Penolakan juga dilakukan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Menurutnya, Soeharto tidak layak menerima gelar pahlawan lantaran perlakukan tidak adil kepada banyak ulama dan NU selama berkuasa.

"Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan pahlawan nasional," kata Gus Mus dinukil dari NU Online.

Menurut Gus Mus, banyak ulama dan kiai yang dimasukkan ke dalam sumur saat Soeharto berkuasa. Kemudian, papan nama NU tidak boleh dipasang, hingga memaksa kiai untuk menjadi kader Golkar, sebagaimana yang dialami adiknya sendiri, kiai Adib Bisri.

"Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh dipasang banyak dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar," ucapnya.

Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu mengatakan orang NU yang setuju Soeharto diangkat sebagai pahlawan menunjukkan kurangnya pemahaman sejarah.

Aktivis HAM yang juga Direktur Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mendesak agar usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional dibatalkan.

"Pada dasarnya, kami menyatakan bahwa gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto harus dibatalkan," kata Usman Hamid.

Usman menyampaikan, setidaknya ada empat alasan mengapa koalisi masyarakat sipil menolak gelar untuk Soeharto. Pertama, karena pemerintahan Soeharto selama 32 tahun dipenuhi berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Kedua, pemerintah Soeharto dipenuhi oleh berbagai praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Ketiga, adanya pemberangusan kebebasan berpendapat, kebebasan pers sampai dengan kebebasan akademik.

"Dan yang terakhir adalah adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi selama pemerintahan Soeharto," tegasnya.

Seperti diketahui, Presiden Prabowo memberikan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh, salah satunya Soeharto. Berikut daftar penerima gelar pahlawan nasional:

1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)

2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)

3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)

4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)

5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)

6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)

7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)

8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)

9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)

10. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)

Pemberian gelar tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 6 November 2025.

“Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres. (M Hafid)

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic