
ThePhrase.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sederet pembelaan soal adanya tuduhan yang menyebut lembaga antirasuah tidak berani memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan pada Dinas PUPR dan proyek Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Sumut.
Semula, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut KPK takut untuk memeriksa Bobby. Namun, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo merespons dengan bahasa diplomatis, yang menyebut perkara tersebut sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Medan.
“Perkara ini sudah pelimpahan ke PN (Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan),” kata Budi pada Jumat (14/11).
Pada Senin (17/11), Budi mengungkapkan bahwa lembaganya tidak menemukan keterlibatan menantu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dalam dugaan rasuah proyek tersebut. Oleh sebab itu, KPK tidak pernah memanggil Bobby untuk menjadi saksi selama proses penyidikan.
"Sampai dengan saat ini belum (ditemukan keterlibatan Bobby). Jadi kita fokus di dalam pihak-pihak yang diduga melakukan suap pihak pemberi dan juga pihak-pihak yang diduga menerima suap terkait dengan proyek pengadaan jalan," ujar Budi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Saat ini, kata Budi, proses persidangan bagi klaster pertama yang diisi pemberi suap sudah berjalan di PN Medan, usai jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan kasus tersebut sudah lengkap. Sementara untuk klaster kedua, penerima suap sedang menunggu jadwal sidang perdananya.
"Artinya apa? Proses penyidikan sudah lengkap dilakukan oleh penyidik di mana JPU sudah menyatakan bahwa proses penyidikan itu sudah lengkap dan limpah, tahap dua terangka barang bukti semua sudah limpah dan sekarang juga sudah limpah di PN," terangnya.
Kendati begitu, Budi menyebut pihaknya akan mencermati semua fakta yang terjadi di dalam persidangan dan akan memanggil Bobby apabila dibutuhkan keterangan.
"Dalam proses pembuktian itu tentu nanti JPU akan menghadirkan para tersangka, alat bukti, dan juga saksi ahli. Jadi untuk memperkuat proses pembuktian dari apa yang didakwakan oleh pentuntut umum kepada terdakwa," ungkapnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kepala satuan tugas (Kasatgas) KPK yang menangani perkara dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumut, tidak berani untuk memeriksa Gubernur Sumut, Bobby Nasution.
Hal itu disampaikan Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, saat unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11). Mereka mendesak KPK untuk segera memeriksa Bobby.
"Penyidik KPK sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga ketua satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby," kata Zararah.
Dia menyayangkan KPK yang tidak kunjung memeriksa Bobby, padahal Pengadilan Negeri Medan sudah memerintahkan jaksa KPK untuk memeriksa Bobby dan dihadirkan di persidangan.
Seharusnya, lanjut dia, KPK dapat mengembangkan perkara tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam setiap persidangan.
"KPK harus menelusuri karena apabila KPK taat hukum, ini KPK kan lembaga penegak hukum. Kalau dia taat hukum, harusnya dijalani perintah hakim," tandasnya.
Seperti diketahui, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan pada Dinas PUPR dan proyek Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Sumut pada 26 Juni 2025.
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group Muhammad Akhirun Piliang (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Untuk peran para tersangka, KPK menduga Akhirun dan Rayhan Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto. (M Hafid)