ThePhrase.id - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang meminta donasi Rp1.000 per hari kepada warganya secara sukarela. Menurutnya, secara normatif kebijakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
Kendati begitu, Khozin menilai kebijakan penggalangan dana tersebut tidak dimotori oleh pemerintah daerah, melainkan berasal dari inisiatif masyarakat. Mekanismenya juga dipasrahkan kepada masyarakat agar lebih transparan, partisipatif, dan tidak menimbulkan resistensi publik.
“Secara normatif, tidak ada soal. Meski ketentuan ini jarang dilakukan oleh pemerintah dalam menggalang dana untuk kepentingan kesejahteraan sosial,”kata Khozin dikutip dari Antara, Rabu (8/10).
Penggalangan dana yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) disebut memiliki dasar hukum seperti Pasal 36 UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Pasal 75 PP 29 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Namun, lanjut Khozin, sebaiknya Dedi Mulyadi maupun pemerintah daerah lainnya cukup berperan sebagai fasilitator dari gerakan sosial tersebut, bukan sebagai pihak yang memungut dan mengelola dana.
“Prinsipnya, inisiatif penggalangan dana seharusnya muncul dari masyarakat, bukan dari pemerintah,” ujarnya.
Politisi PKB ini menilai, pendekatan partisipatif lebih sesuai dengan semangat otonomi daerah dan tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Selain mencegah kesalahpahaman publik, cara ini juga memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap kegiatan sosial di daerahnya.
“Inisiatif dari masyarakat lebih baik semakin ditingkatkan dengan memfasilitasi dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah,” ucapnya.
Khozin mengusulkan agar SE yang diteken oleh Dedi tersebut dapat dikaji ulang di tengah resistensi publik. Menurut dia, meski legal, tetapi dari aspek sosiologs masyarakat kurang tepat.
“Sebaiknya, penggalangan dana dilakukan oleh pihak di luar negara dengan tetap berpegang pada aturan seperti mekanisme penggalangan, distribusi, dan pelaporan,” ujarnya.
Khozin meyakini inisiasi yang muncul dari masyarakat jauh lebih efektif dan maksimal. Apalagi, sambung Khozin, Indonesia merupakan negara rangking 1 di dunia dalam indeks kedermawanan dunia (Wolrd Giving Index) sejak 2017 hingga 2024 lalu versi Charities Aid Foundation (CAT).
“Masyarakat Indonesia paling dermawan di dunia, biarkan itu organik dari bawah. Negara memfasilitasi dan membuat regulasi agar spirit warga difasilitasi dengan baik,” tandasnya.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi berencana menggalang donasi Rp1.000 per hari untuk ASN di Jawa Barat, sebagaimana yang tertuang dalam SE Gubernur Jabar Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). Program ini digagas untuk mewujudkan konsep warga bantu warga.
Nantinya, RT/RW setempat diproyeksikan memiliki kas yang bisa dipergunakan untuk membantu warga. Seperti halnya ketika ada warga yang hendak ke rumah sakit, tapi tidak punya ongkos, bisa datang ke RT untuk bantuan.
Kebijakan yang mengusung konsep kebersamaan ini mengadopsi dari program rereongan jimpitan atau rereongan sekepal beras saat Dedi Mulyadi menjadi Bupati Purwakarta. Program itu disebut berhasil, di mana Dinas Pendidikan di Kabupaten Purwakarta tiap bulan menyiapkan beberapa ton beras yang dikirimkan ke kampung tertentu.
Adapun untuk tingkat sekolah, Gubernur Jabar mengklaim hal itu bukanlah pungutan sekolah, karena dalam program ini anak-anak sekolah diarahkan mengumpulkan donasi tiap hari di bendahara kelas. Nantinya uang ini akan dipergunakan, semisal jika ada teman sekelas yang sakit untuk menengok dan membantu pengobatannya. (M. Hafid)