politics

DPR Nilai Putusan Soal Pemisahan Pemilu Berpotensi Langgar Konstitusi: MK Bukan Pembuat Undang-Undang

Penulis Rangga Bijak Aditya
Jul 07, 2025
Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto. (Foto: fraksigerindra.id)
Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto. (Foto: fraksigerindra.id)

ThePhrase.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah berpotensi melanggar konstitusi karena mengubah siklus lima tahunan pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.

“Pemilu seharusnya digelar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD. Kalau dipisah dan jaraknya 2,5 tahun, ini jelas tidak sesuai konstitusional,” ujarnya Supriyanto pada Minggu (6/7) dikutip Antaranews.

Ia juga menilai MK telah melampaui kewenangannya dengan masuk ke ranah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya menjadi kewenangan DPR dan pemerintah.

“MK bukan pembuat undang-undang. Tugas pokok MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, bukan menambahkan norma baru dalam perundang-undangan,” tukasnya.

Ia menyoroti inkonsistensi MK, mengingat sebelumnya lembaga tersebut menolak uji materi soal presidential threshold dengan alasan itu ranah pembentuk undang-undang.

“Dulu uji materi presidential threshold selalu ditolak dengan alasan itu wewenang pembentuk undang-undang. Tapi sekarang, MK justru menambahkan norma baru soal pemisahan pemilu,” imbuhnya.

Supriyanto juga mengingatkan bahwa MK sendiri pernah mendorong pemilu serentak melalui Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang dijalankan pada Pemilu 2024.

“Pemilu serentak sudah dijalankan 2024. Tapi belum lama, MK kembali mengubah arah dengan putusan baru ini yang justru memisahkan pemilu nasional dan daerah,” katanya.

Menurutnya, perubahan itu berpotensi mengganggu konsistensi sistem kepemimpinan dan pelembagaan pemilu.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah sebaiknya dipandang sebagai peluang untuk memperbaiki sistem kepemiluan di Indonesia.

“Kita harus memposisikan putusan ini sebagai satu titik untuk perbaikan pemilu,” ujar Afif saat berbicara dalam diskusi bertajuk Proyeksi Desain Pemilu Pascaputusan MK yang diselenggarakan oleh Fraksi PKB di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Jumat (4/7) lalu.

Afif menegaskan bahwa KPU siap menjalankan putusan tersebut, mengingat lembaganya telah berpengalaman menyelenggarakan berbagai skema pemilu dengan tingkat kerumitan yang tinggi.

“Kami kerjakan semua, (pemilu) paling rumit se-Indonesia, sedunia, yang (tahun) 2019, 2024 dikerjakan kok,” katanya. (Rangga)

Tags Terkait

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic