sportLiga Inggris

Eks Wonderkid Manchester City dan Tottenham Hotspur yang Hampir Membela Timnas Indonesia U-17 Pensiun di Usia 19 Tahun

Penulis Ahmad Haidir
Nov 19, 2025
Han Willhoft-King, yang mempunyai darah Indonesia, pernah diincar oleh Tim Merah Putih untuk bermain di Piala Dunia U-17 2023. Foto Istimewa.
Han Willhoft-King, yang mempunyai darah Indonesia, pernah diincar oleh Tim Merah Putih untuk bermain di Piala Dunia U-17 2023. Foto Istimewa.

Thephrase.id - Han Willhoft-King, gelandang muda yang pernah disebut sebagai salah satu prospek paling cerah di Tottenham Hotspur dan Manchester City, membuat keputusan besar pada usia 19 tahun. Ia meninggalkan dunia sepak bola profesional dan memilih menempuh pendidikan hukum di Brasenose College, Oxford University.

Melansir The Guardian, perjalanan barunya dimulai pada awal Oktober 2025, ketika masa orientasi mahasiswa baru berlangsung. Ia hadir sebagai mahasiswa hukum yang membawa kisah berbeda dari kebanyakan rekan seangkatannya, termasuk cerita tentang masa-masa dilatih Yaya Touré saat berada di akademi Tottenham Hotspur.

Willhoft-King juga pernah merasakan pengalaman berlatih bersama tim utama Spurs ketika masih berstatus pemain sekolah. Ia lalu menjadi bagian skuad Manchester City U-21, di mana ia kerap dipanggil mengikuti sesi latihan tim senior di bawah arahan Pep Guardiola.

Pengalaman itu memperlihatkan betapa besarnya potensi Willhoft-King sebagai gelandang bertahan. Ia dikenal cepat memahami taktik dan unggul secara akademis, terlihat dari nilai A-level untuk matematika, ekonomi, dan sejarah yang masing-masing ia dapatkan dengan predikat A.

Akan tetapi, Willhoft-King tiba pada titik harus memilih antara mimpi masa kecil sebagai pesepak bola profesional dan jalur pendidikan elite. Ia menyadari keputusan itu terdengar tidak lazim bagi pemain yang sudah mencapai level Manchester City U-21.

"Saya tidak tahu banyak orang yang, ketika mencapai Man City U-21, akan berhenti di titik itu. Karena saat bermain untuk Man City U-21, ekspektasinya adalah melanjutkan karier," bebernya.

Keputusan mendaftar universitas ia ambil pada awal musim, diikuti keberhasilannya menembus ujian LNAT tanpa banyak persiapan. Oxford memanggilnya untuk wawancara, dan tawaran diterima pada Januari, yang menjadi titik penting dalam kebimbangan panjangnya.

Pertanyaan terbesar yang ia terima dari hampir semua orang di Oxford adalah alasan ia meninggalkan sepak bola. Jawaban paling sederhana berkaitan dengan cedera, terutama sejak musim 2021-2022 ketika ia tampil impresif untuk Tottenham U-16.

Cedera besar pertamanya muncul di akhir musim itu dan berlanjut pada tahun berikutnya ketika ia memulai masa beasiswa di Spurs. Kondisi itu berulang di musim keduanya sebagai scholar dan kembali terjadi saat ia berseragam Manchester City pada musim 2024-2025.

Latar belakang akademis kuat juga memengaruhi arah pikirannya. Ayahnya, Jorg, merupakan mantan dosen filsafat, sementara ibunya, Laura, adalah seorang arsitek. Spurs bahkan menyediakan tutor pribadi untuk membantu A-level matematika dan ekonomi ketika ia masih di akademi.

Pada tahun kedua sebagai scholar, ketika cedera membuatnya melalui masa yang ia sebut "cukup gelap", ia mulai mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan di universitas Amerika Serikat. Ketertarikan itu muncul setelah klub menghadirkan pembicara dari agensi yang membantu pemain mendapatkan beasiswa olahraga di AS.

Nama Willhoft-King menarik perhatian UCLA dan Harvard, didorong oleh liputan Guardian yang menyebutnya sebagai first-year scholar paling menjanjikan di Spurs pada 2022. Rencana awalnya adalah menempuh pendidikan sambil mengejar peluang bermain di MLS sebagai pemain draft.

Ia sempat menolak tawaran kontrak Spurs dan menerima tempat di UCLA untuk awal 2025. Ia juga menandatangani kontrak enam bulan bersama FC Cincinnati 2 di MLS Next Pro, sebelum akhirnya menerima kontrak satu tahun dari Manchester City yang membuatnya membatalkan rencana ke AS.

"Waktu itu, rencananya tetap menjadi pemain profesional dan saya merasa akan menyesal jika tidak bergabung dengan Man City. Sekarang saya sudah mencobanya, dan saya bisa meninggalkan sepak bola dengan perasaan sudah memberikan yang terbaik," tegasnya.

Han masih mengingat perasaan takjub ketika Guardiola memanggil para pemain U-21 untuk berlatih bersama tim utama. Mereka sering diminta menirukan pola pressing lawan sebagai bagian persiapan tim senior.

"Tottenham adalah tim yang bagus, tetapi Man City berada di level lainnya. De Bruyne, Haaland, mereka pemain terbaik dunia. Dan melihat Pep, energinya luar biasa, dengan gestur tangan dan suara lantangnya. Itu benar-benar luar biasa," lanjutnya.

Akan tetapi, sesi latihan tersebut bukan selalu pengalaman menyenangkan. Ia mengatakan bahwa berlatih dengan tim utama sering kali hanya fokus pada pressing, sesuatu yang melelahkan karena mereka harus mengejar bola tanpa henti.

Pada akhirnya, Willhoft-King menyebut rasa tidak menikmati sepak bola menjadi alasan utama. Ia merasa kehidupannya di sepak bola membuatnya sering bosan, berbeda dengan kesibukan akademis yang kini ia jalani di Oxford.

"Saya selalu merasa kurang terstimulasi di sepak bola,” katanya. “Saya masih mencintai permainannya, tetapi saya merasa bisa melakukan lebih banyak hal. Saya butuh sesuatu yang berbeda dan Oxford memberi saya itu," tambahnya.

Willhoft-King, yang mempunyai darah Indonesia, pernah diincar oleh Tim Merah Putih untuk bermain di Piala Dunia U-17 2023. Akan tetapi, kala itu ia tidak memiliki paspor Indonesia.

Artikel Pilihan ThePhrase

- Advertisement -
 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic