etc

Fenomena Pembohong Patologis, Berbohong Tanpa Sebab

Penulis Haifa C
Apr 13, 2022
Fenomena Pembohong Patologis, Berbohong Tanpa Sebab
ThePhrase.id – Begitu banyak orang dengan karakter yang berbeda satu sama lain. Seperti misalnya, ada seseorang yang kerap melakukan kebohongan lebih sering daripada orang kebanyakan serta tanpa memiliki motif tertentu, atau yang disebut sebagai pembohong patologis.

Dosen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Nido Dipo Wardana menuturkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman antara orang awam dan para tokoh psikologi/psikiatri terkait dengan fenomena ini.

“Yang penting untuk dipahami dari pembohong patologis adalah orang yang berbohong tapi tanpa ada sebab yang jelas kenapa mereka berbohong,” papar Nido, seperti yang dikutip dari UNAIR NEWS, Selasa (5/4/2022).

Nido menambahkan bahwa fenomena pembohong patologis harus dibedakan dari bentuk-bentuk kebohongan lain yang sama-sama kronis, namun memiliki motif yang jelas di balik kebohongannya.

“Ada bentuk-bentuk pembohong kronis lainnya yang juga suka berbohong tapi motifnya bisa kita identifikasi,” ujar Nido.

Nido Dipo Wardana Spsi MSc, dosen Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Foto: dok. UNAIR)


Selain itu, ia juga mengatakan bahwa penyebab seseorang menjadi pembohong patologis belum diketahui secara pasti, lantaran fenomena tersebut belum mendapat banyak perhatian ilmiah. Nido menjelaskan bahwa terdapat perbedaan cara kerja otak pada orang dengan kebiasaan berbohong patologis, terutama di bagian otak depan.

“Hal ini menyebabkan seorang pembohong patologis kurang mampu mengendalikan impuls (dorongan) untuk melakukan kebohongan,” ujarnya.

Sementara dari sudut pandang psikologis sendiri, sambung Nido, seseorang dengan kebiasaan berbohong patologis ini kerap ditemui pada individu yang memiliki harga diri rendah.

“Kadang-kadang, konten kebohongan yang dia buat itu adalah bentuk dari semacam ideal self-nya,” tegas Nido.

Menurut Nido pembohong patologis tidak jarang akan mengalami stres dalam kehidupan sehari-harinya. Hal itu disebabkan karena ia memiliki tuntutan untuk terus menyebarkan kebohongan lain untuk menjelaskan kebohongan yang ia lakukan sebelumnya.

“Itu semacam rantai yang susah diubah sehingga secara komitmen memberatkan individu karena harus berpikir keras untuk fabricating informasi yang tidak benar,” ujar Nido.

Ilustrasi pembohong patologis (Foto: klikdokter)


Mengingat masih minimnya studi mengenai fenomena pembohong patologis, maka belum diketahui pasti apakah kondisi tersebut dapat dihilangkan atau tidak. Oleh sebab itu, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah fenomena tersebut sama dengan gangguan kompulsif lainnya.

“Kalau misalnya kita tempatkan pembohong patologis di posisi yang sama dengan gangguan kompulsif, maka asumsinya adalah bisa dibantu untuk menghilangkan kebiasaan ini. Tentu saja dengan terapi serta mungkin nantinya bisa dikembangkan medikasi dan segala macam. Tetapi, untuk pastinya ini perlu riset yang mendalam lagi,” jelas Nido.

Menghadapi orang dengan sifat berbohong yang patologis bukan merupakan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu, jika ada orang terdekat seperti teman atau bahkan pasangan yang merupakan seorang pembohong patologis, sebaiknya kita jangan menghadapinya dengan konfrontasi penuh.

“Coba konfirmasi (informasi dalam kebohongannya) kemudian dibantu untuk melihat bahwa mereka sudah sering berbohong. Bisa diajak berpikir gimana (solusi) selanjutnya,” pungkas Nido. [hc]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic