ThePhrase.id - Sulit untuk mengatakan tidak ada hubungan antara kisah tentang pagar laut di pesisir Tangerang dengan kebakaran di kantor Kementerian ATR/BPN yang terjadi 8 Feruari 2025 lalu. Bukan hanya karena waktu peristiwanya yang berdekatan tetapi juga ada fakta yang memiliki hubungan. Selain itu, publik sudah sering disuguhkan dengan peristiwa serupa dengan pola yang sama, hanya waktu dan tempatnya saja berbeda.
Maka, begitu mendengar kabar tentang kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terbakar pada Sabtu malam, secara reflek orang akan mengaitkannya dengan kasus pagar bambu di laut Tangerang. Bukan hanya karena waktu kejadiannya berdekatan tetapi juga karena keberkaitan atau interconnectedness kedua peristiwa itu. Kantor ATR/ BPN adalah lembaga yang menerbitkan sertipikat di pagar laut yang sedang jadi sorotan karena ada penyalahgunaan kekuasaan oleh figur di lembaga itu dengan sosok lain pemilik pagar bambu itu.
Boleh jadi, secara hukum tidak ada kaitan antara kebakaran gedung ATR/BPN dengan pagar bambu di laut Tangerang, karena hukum perlu fakta yang bisa ditunjukkan sebagai bukti tentang keterkaitan keduanya. Namun, pikiran asosiatif yang ada dalam benak setiap orang tidak memerlukan fakta-fakta itu untuk menghubungkan antara kedua peristiwa itu.
Bisa saja, kebakaran itu sebuah kebetulan, tetapi sebuah kebetulan sangat kecil kemungkinannya bila dilihat dari faktor waktu dan tempat kejadian. Kejadiannya di kantor Kementerian ATR/BPN pada Sabtu malam atau akhir pekan di mana kantor kementerian inilah yang mengeluarkan legalitas pagar bambu di laut Tangerang. Pihak Kementerian menyebut penyebab kebakaran adalah komputer di Biro Humas yang tidak dimatikan dan membakar sejumlah dokumen di ruangan tersebut.
"Kebakaran ini hanya melibatkan satu subbagian dari Biro Humas, dan dokumen-dokumen yang terdampak lebih banyak adalah dokumen administratif, bukan dokumen penting seperti surat tanah atau dokumen terkait sengketa lahan," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Karo Humas) Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, Senin (10/02/2025).
Apakah kebakaran ini bagian dari upaya untuk menghilangkan barang bukti keterlibatan pejabat atau aparat tertentu dalam pemberian sertipikat pagar laut itu? Secara hukum, perlu bukti untuk menunjukkan dugaan itu benar atau tidak. Bukti itu didapat melalui proses penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Integritas dan profesionalitas aparat hukum juga sangat menentukan kualitas fakta yang didapat di lapangan. Kalau nanti disimpulkan bahwa itu peristiwa kebakaran biasa saja maka wacana dan dugaan-dugaan akan selesai begitu saja. Namun demikian, sudah berdiri satu bangunan imajiner di benak publik bahwa kebakaran itu berhubungan dengan pagar bambu di laut Tangerang, di mana bangunan itu tak dapat dihilangkan begitu saja.
Kebakaran serupa juga sudah pernah terjadi di beberapa gedung yang menyimpan dokumen-dokumen penting tentang kasus besar. Seperti kebakaran yang terjadi di gedung Utama Kejaksaan Agung pada 22 Agustus 2020. Kebakaran terjadi di Minggu malam pukul 18.15 WIB dan baru dapat dipadamkan keesokan harinya, 23 Agustus 2020 pukul 06.15 WIB. Akibat kejadian itu, semua ruangan di Gedung Utama Kejagung habis terbakar.
Kasus ini ditangani oleh Ferdy Sambo yang ketika masih berpangkat Brigjen dan menjabat Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri. Dalam penyelidikannya, Ferdy menetapkan lima orang pekerja bangunan sebagai tersangka karena puntung rokoknya menyebabkan terjadinya kebakaran.
“Yang mempercepat atau akselerator terjadinya penjalaran api di Gedung Kejaksaan adalah adanya penggunaan minyak lobi atau pembersih lantai bermerek Top Cleaner,” kata Ferdy saat mengumumkan hasil penyelidikannya ketika itu. Ferdy kemudian hari dipecat dari anggota Polri karena kasus pembunuhan terhadap anak buahnya. Sejumlah isu kemudian menyeruak yang melibatkan Sambo seperti konsorsium 303 yang diduga membekingi perjudian.
Berbeda dengan polisi, publik punya jalan pikiran sendiri melihat peristiwa itu. Warganet ramai-ramai mempertanyakan keamanan gedung dengan sulitnya memadamkan api sampai 11 jam. Bahkan, tak sedikit yang curiga insiden kebakaran itu berkaitan dengan penanganan perkara di Kejagung.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai wajar banyak pihak yang curiga bahwa insiden kebakaran Gedung Utama Kejagung sebagai upaya sabotase terkait perkara yang ditangani Kejagung.
"Kejagung sedang disorot masyarakat karena lambatnya penanganan perkara korupsi dalam kasus skandal Djoko Tjandra yang melibatkan Jaksa Pinangki dan juga diduga beberapa jaksa lain. Jadi sangat wajar (kecurigaan sabotase)," ujar Abdul kepada Liputan6.com, Senin (24/8/2020).
Dua tahun setelah kebakaran di Kejagung, kebakaran juga melanda Mabes Polri. Ruangan Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri terbakar pada Kamis malam (24/11)/2022) sekitar pukul 22.15 WIB.
Polisi menjelaskan penyebab kebakaran karena konsleting setelah pergantian baterai di panel listrik gedung itu. Kebakaran cepat dipadamkan dan tidak memancing reaksi publik yang berlebihan karena polisi menjelaskan tidak ada kerusakan yang berarti dan tidak ada dokumen yang rusak atau hilang.
Jauh sebelum itu, kebakaran juga pernah terjadi di gedung Bank Indonesia (BI) di Jalan Thamrin Jakarta. Kebakaran terjadi pada 8 Desember 1997, ketika para pekerja sedang menggarap penyelesaian (finishing) di lantai 23, 24, dan 25, Menara A, Gedung Bank Indonesia (BI). Gedung ini memang sedianya menjadi menara kembar BI. Kebakaran berlangsung selama 5 jam yang mengakibatkan 15 orang tewas di lift gedung setinggi 25 lantai itu.
Ada teori konspirasi yang beredar, kebakaran itu disengaja untuk menghilangkan dokumen penting dalam pengusutan skandal BLBI (Bantuan Likuaiditas Bank Indonesia). Salah satu yang menyampaikan persepsi itu adalah Kwik Kian Gie, Menko Ekonomi Keuangan dan Industri era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Saya membaca di surat kabar bahwa POLRI menyimpulkan tidak mustahil kebakaran itu bukan kecelakaan, tetapi dibakar. Semua ini termuat di koran," tulis Kwik, yang dikutip detikcom.
Dalam skandal BLBI itu disebutkan, Bank Indonesia telah menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank yang mengalami masalah likuiditas pada tahun 1998. Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyebutkan Rp138,4 triliun, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan itu dinyatakan merugikan keuangan negara karena penggunaan dana-dana tersebut yang kurang jelas. Kejaksaan Agung yang saat itu dipimpin MA Rachman kemudian menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Kasus inipun menjadi tidak jelas seiring dengan hilangnya sejumlah dokumen dalam peristiwa kebakaran itu.
Dugaan adanya konspirasi juga dilontarkan oleh Politisi senior, Amien Rais yang menyatakan bahwa kebakaran di Menara A Gedung BI pada 8 Desember 1997 ada kaitannya dengan skandal BLBI. Amien juga menyebut modus itu diulangi pada kasus kebakaran di Gedung Utama Kejagung pada 22 Agustus 2020, sebuah kebakaran yang dilatarbelakangi skandal kasus tertentu. (Aswan AS)