ThePhrase.id – Gedung Negara Grahadi merupakan salah satu bangunan bersejarah ikonik di Kota Surabaya, Jawa Timur. Bangunan cagar budaya tersebut kini porak-poranda hanya tersisa puing-puing bangunan, usai terbakar dalam aksi demonstrasi pada Sabtu (30/8).
Diketahui melansir Suara Surabaya, yang terbakar adalah bangunan sisi barat Gedung Negara Grahadi. Polrestabes Surabaya menyatakan bahwa kebakaran terjadi akibat lemparan bom molotov oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Bangunan sisi barat Gedung Negara Grahadi yang menjadi korban dalam insiden ini merupakan gugusan bangunan utama yang berisi artefak-artefak bersejarah yang sulit tergantikan.
Kejadian ini tak hanya merusak cagar budaya, namun meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Surabaya. Karena Gedung Negara Grahadi bukan sekadar bangunan yang berdiri kokoh di tengah Kota Surabaya, namun menyimpan sejarah dan simbol yang mendalam.
Gedung ini dibangun pada tahun 1796 pada masa pemerintahan Dirk Van Hogendrops, yang awalnya berfungsi sebagai rumah kebun atau tempat peristirahatan pejabat Belanda.
Lokasinya yang berada di tepi Sungai Kalimas dan menghadap ke arah sungai memungkinkan penghuni menikmati pemandangan perahu yang melintas sebagai sarana transportasi utama pada masa itu. Namun, pada tahun 1802, arah hadap gedung dibuat menghadap ke selatan seperti yang terlihat sekarang.
Selama pemerintahan Belanda, gedung ini pernah dihuni oleh beberapa pejabat termasuk Fredrik Jacob Rothenbuhler dari tahun 1799 hingga 1809, serta pernah berfungsi sebagai kantor Residen Surabaya sejak tahun 1870. Sedangkan, pada masa pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai tempat tinggal Gubernur Jepang.
Lalu, setelah Indonesia merdeka, Gedung Negara Grahadi berfungsi sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur dan tempat menerima tamu kenegaraan serta pelantikan pejabat.
Gedung ini juga menjadi lokasi upacara peringatan hari nasional seperti Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus. Selain itu, presiden-presiden Indonesia juga pernah menjadikan Grahadi sebagai tempat singgah dan istirahat saat berkunjung ke Surabaya.
Gedung Negara Grahadi memiliki gaya arsitektur neo klasik Perancis yang diadopsi secara bebas di Indonesia dan menjadi salah satu contoh gaya Hindia Belanda bercorak kolonial.
Pada tahun 1810, di masa pemerintahan Herman William Deandels, gedung ini direnovasi dengan gaya empire style atau Dutch Colonial Villa yang megah. Perubahan arsitektur ini bertujuan mencerminkan citra istana yang berwibawa dengan pilar-pilar besar, atap tinggi, dan simetri struktur bangunan.
Awalnya atap gedung mengikuti gaya Oud Holland Stijl, namun diubah menjadi gaya empire style yang menambah keanggunan dan kesan resmi bangunan. Dengan pilar-pilar besar dan desain simetris, arsitektur Grahadi mencerminkan dominasi kolonial Belanda sekaligus mengekspresikan superioritas mereka selama masa penjajahan melalui keindahan dan kemegahan bangunan.
Gedung Negara Grahadi bukan sekadar bangunan megah, melainkan simbol perjalanan sejarah Surabaya dan Jawa Timur dari masa kolonial hingga kemerdekaan. Gedung ini adalah saksi bisu perkembangan kota Surabaya yang dulu berada di pinggiran namun kini berada di tengah kota yang dinamis.
Oleh karena itu, Grahadi menyimpan nilai historis yang tinggi dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang penting sebagai warisan bangsa. [Syifaa]