ThePhrase.id - Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution kembali menjadi sorotan setelah orang dekatnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan orang dekat Booby itu, tak lama setelah Bobby gagal mengambil alih 4 pulau milik Aceh masuk ke Sumatera Utara beberapa waktu lalu. Apakah penangkapan orang dekatnya itu akan menyeret Bobby menjadi tersangka? Atau justru penangkapan ini malah menyelamatkan Bobby dari kasus yang disangkakan.
Orang dekat Bobby Nasution yang ditangkap KPK adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Ginting ditangkap bersama 4 orang lainnya dalam operasi tangan (OTT) KPK di Mandailing, Natal, pada Kamis malam (26/6/2025). Operasi tangkap tangan terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek infrastruktur jalan di Sumatera Utara, Topan Ginting adalah orang dekat Bobby Nasution sejak menjabat Wali Kota Medan hingga Gubernur Sumut.
Topan ditangkap terkait proyek pembangunan jalan Sipiongot-batas Labuhanbatu Selatan dengan nilai proyek Rp96 miliar dan proyek pembangunan jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai proyek Rp61,8 miliar. Pengerjaan proyek itu dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam pengadaan barang dan jasa dalam proyek pembangunan jalan. Total nilai proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan dalam kasus itu adalah Rp231,8 miliar.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan ada dua kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi yang berlangsung di wilayah Sumut. Pertama, soal proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. Kedua, terkait preservasi atau pemeliharaan jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Asep menyebut, total Rp2 miliar komisi proyek sudah disalurkan dalam kasus korupsi itu. KPK akan menelusuri aliran uang tersebut. ”Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kami kecualikan. Kalau memang uangnya mengalir kepada kepala dinas yang lain atau kepada gubernur, kami akan minta keterangan dan akan kami panggil,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Lima orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka adalah Topan (TOP), Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK), Heliyanto (HEL) selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT DNG, dan M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN.
Penangkapan orang dekat Bobby ini, tak lama setelah geger kasus perebutan 4 pulau milik Aceh beberapa waktu lalu. Bobby ketika itu disebut sebagai pihak yang ingin menguasai 4 pulau yang selama ini milik Aceh, melalui Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Tito membuat Surat Keputusan Kemendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memindahkan status Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang masuk wilayah Sumatera Utara. Surat keputusan itu kemudian dianulir Presiden Prabowo karena telah memunculkan kegaduhan dan protes keras masyarakat Aceh.
Bobby dituding berambisi menguasai empat pulau itu bukan hanya alasan administrasi wilayah, tetapi karena ada cadangan besar gas di perut bumi keempat pulau itu. Langkah Bobby ini dinilai blunder karena telah melakukan sesuatu yang sensitif yang berpotensi memunculkan konflik dan kontra produktif dengan kebijakan Presiden Prabowo, yang menghendaki adanya stabilitas politik dalam pemerintahannya.
Bobby dinilai terlalu lancang dan berani mengambil 4 pulau itu, karena tidak mempertimbangkan aspek politik dan sejarah Aceh di masa lalu. Apalagi langkah yang dilakukannya bersama dengan Menteri Dalam Negeri itu, tanpa sepengetahuan Presiden Prabowo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Itu terbukti dari tindakan Prabowo yang buru-buru mengambil alih dan menganulir keputusan Mendagri itu dengan mengembalikan 4 pulau tersebut kepada Aceh.
Bobby menyatakan keputusan Mendagri itu adalah wewenang Pemerintah Pusat, dan selaku Gubernur dirinya tidak tahu menahu dengan keputusan itu. Namun, publik juga paham bagaimana hubungan Bobby dengan Tito Karnavian selama ini, di mana keduanya adalah sosok penting dalam lingkaran Geng Solo atau orang dekatnya Jokowi.
Bobby adalah menantu Jokowi yang memiliki bisnis tambang di Indonesia Timur, yang dikenal dengan kode Blok Medan. Blok Medan adalah istilah atau kode yang merujuk pada blok tambang di Halmahera Timur, Maluku Utara yang terungkap pada persidangan kasus korupsi Gubernur Maluku Utara, mendiang Abdul Ghani Kasuba (AGK). Istilah itu ditengarai berkaitan dengan Bobby Nasution, yang saat itu menjabat Wali Kota Medan.
Bobby juga dikenal sebagai pemain tambang nikel di Raja Ampat. Mendiang ekonom Faisal Basri, menyebut Bobby sebagai salah satu nama pemilik tambang nikel di Raja Ampat dan pelaku penyelundupan 5,3 juta nikel ke China. Jejaknya sebagai pemain tambang inilah yang membuatnya berambisi untuk menguasai 4 pulau milik Aceh itu. Dia sempat menawarkan opsi kelola bersama keempat pulau itu.
"Kalau jadi milik Provinsi Sumatera Utara, pengelolaannya itu nanti di Provinsi Sumatera Utara, jadi opsi kami mau mengajak kerjasama siapa-siapa. Kalau mau nolak ya silakan,"kata Bobby di Gedung DPRD Sumut, Kamis (12/6/2025).
Langkah berani Bobby ini menjadi sorotan di tengah banyaknya kasus-kasus tambang yang sedang mencuat ke permukaan. Dia juga dinilai berani karena melakukan hal tersebut ketika mertuanya, Jokowi sudah tak berkuasa lagi. Apalagi, tindakannya itu bertentangan dengan kebijakan Presiden Prabowo, yang menginginkan suasana tenang dan stabil agar pemerintah dapat berkonsentrasi memperbaiki ekonomi negara saat ini.
Di tengah sorotan itulah tiba-tiba orang kepercayaannya, Topan Ginting, Kadis PUPR Sumut ditangkap KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan. Orang Medan tahu, jika Topan selama ini disebut sebagai “anak emas” Bobby Nasuiton. Publik pun menduga, penangkapan Topan akan menyeret Bobby dalam kasus yang disangkakan kepada orang kepercayaannya itu.
Namun, ada juga yang menyebut gerak cepat KPK itu sebagai upaya menyelamatkan Bobby Nasuton, agar tak didahului oleh Kejaksaan Agung, lembaga hukum yang disebut di bawah kendali penuh Presiden Prabowo Subianto. Adapun, KPK saat ini dipersepsikan sebagai bagian dari mantan Presiden Jokowi, karena komisioner KPK sekarang dibentuk di ujung kekuasaan menjelang Jokowi lengser dari jabatannya.
“Langkah gercep KPK ini, didesain sebagai pemberitahuan kepada lembaga penegak hukum lainnya, bahwa kasus dugaan korupsi Geng Medan sudah ditangani oleh KPK. Karenanya, pihak lain tak perlu lagi ikut campur menangani kasus ini,” kata Choking Susilo Sakeh, warga Medan dalam tulisannya di Medanmerdeka.com, edisi 1 Juli 2025.
Apakah gerak cepat KPK menangkap orang kepercayaan Bobby Nasution ini sebagai upaya menegakkan hukum dalam kasus korupsi di Sumatera Utara, atau bagian dari desain untuk menyelamatkan Bobby sebagai menantu Jokowi. Kita lihat saja perjalanan kasus ini hingga di ujungnya nanti. Perjalanan yang akan menentukan KPK sebagai lembaga anti rasuah sejati, atau membenarkan persespsi publik sebagai lembaga yang dekat dengan Jokowi. (Aswan AS)