ThePhrase.id - Keputusan Jokowi untuk mendudukkan anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden telah berbuah petaka. Gibran tidak hanya menjadi olok-olokan karena kapasitasnya tetapi juga menjadi bulan-bulanan karena ketidak jelasan pendidikannya. Dalam perjalanannya, Gibran tidak menjadi pelanjut hasrat Jokowi untuk terus berkuasa tetapi justru jadi pintu masuk untuk menelisik kasus-kasus dan pelanggaran yang dilakukan Jokowi selama 10 tahun berkuasa.
Keterbatasan kapasitasnya telah membatasi gerak Gibran datang ke banyak tempat untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil presiden. Kampus atau pertemuan para akademisi misalnya, jelas membuat Gibran tidak nyaman dan berupaya untuk dihindari. Kalaupun hadir, tak urung video pidato atau presentasi Gibran menjadi bahan olok-olokan di media sosial karena banyak pertanyaan audiens dan jawaban Gibran yang dinilai tidak nyambung.
Seperti pada momen Gibran pidato di depan 100 orang perwira TNI dan Polri peserta pendidikan Lemhannas, di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025). Salah seorang peserta, Laksamana Pertama TNI Arif Bahrudin, memberikan usulan kepada pemerintah agar memperkuat lagi geopolitik Indonesia. Arif mengusulkan agar Danantara dapat mengalokasikan dana pendidikan khusus AI bagi generasi muda agar mereka memiliki skill untuk mengembangkan bisnis start up di negara non blok.
"Kebetulan kami S3-nya tentang model pelatihan AI, Pak, sehingga kita bisa menyiapkan para generasi muda kita yang merupakan bonus demografi Indonesia dilatih tentang AI, dilatih tentang fintek," kata Arif.
Gibran merespon pertanyaan itu dengan bertanya apakah para peserta didik Lemhannas ini sudah bertemu CEO Danantara, Rosan Roeslani. "Baik. Sudah bertemu langsung dengan CEO Danantara, bapak-bapak semua?" tanyanya. "Belum," jawab para peserta.
Gibran kemudian bertanya kepada Gubernur Lemhanas Ace Syadzily Hasan tentang jadwal pertemuan para peserta dengan COO (Chief Operation Officer) Danantara, Rosan Roeslani.
Respon Gibran ini banyak mendapat tanggapan dan pembahasan para warga net yang intinya, antara pertanyaan dengan jawaban tidak nyambung. Cara Gibran menjawab pertanyaan ini mengingatkan publik tentang cara bapaknya, Jokowi merespon pertanyaan jurnalis di forum Internasional tahun 2015 dengan menunjuk Menteri Perdagangan, Tom Lembong untuk menjawab pertanyaan itu. Penunjukan Tom itu dilakukan Jokowi sebanyak 3 kali untuk menjawab pertanyaan media yang ditujukan kepada dirinya.
“I want to test my minister. Pak Tom, please answer the questions” kata Jokowi dengan tersenyum keki ketika itu.
Kapasitas dan kapabilitas rendah ini, juga memperkecil kemungkinkan Gibran untuk menjalankan tugas kenegaraan mewakilli presiden menjalin hubungan bilateral dengan negara sahabat. Seperti menjalin hubungan dengan China, di mana Prabowo lebih mempercayakan tugas itu kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. AHY menjalankan penugasan itu dengan membangun komunikasi intens dengan Wakil Perdana Menteri China, Ding Xuexiang, baik di China maupun saat kunjungan ke Jakarta, pada bulan Maret 2025 lalu.
Pedagang Pasar Juga Sudah Menolak
Satu-satunya, tempat yang membuat Gibran nyaman adalah pasar yang mudah untuk menemui pedagang dan orang-orang yang sedang belanja. Sebuah cara yang diwariskan bapaknya dulu yang pernah terbukti ampuh membangun pencitraan. Namun, kini para pedagang sudah mulai menolak kedatangan rombongan Gibran karena menganggu dan tak berdampak pada peningkatan omzet para pedagang.
Seperti kunjungan Gibran ke pasar Wamanggu, Merauke, Papua Selatan Rabu, 17 September 2025, yang banyak mendapat sorotan dan protes mama-mama Papua yang berjualan di pasar itu. "Jangan bikin pagar, karena kita ini jualan setengah mati," teriak salah satu mama itu dengan nada kesal.
Kunjungan Gibran ini sempat heboh setelah beredar video seorang pedagang yang ngamuk karena dagangannya diambil oleh rombongan dan belum dibayar. Video terlanjut beredar luas, meskipun kemudian petugas dari Setwapres datang membayar kerugian pedagang tersebut.
Kasus ini mengingatkan publik dengan istilah yang sedang populer, Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (Rombongan hanya nanya). Lalu memplesetkannya untuk rombongan Gibran menjadi Rohale (Rombongan hanya lewat) dan Ronaldo (Rombongan nampang lagi doang).
Setelah pasar tak lagi kondusif, maka tempat Gibran membangun pencitraan diperkirakan akan makin sempit. Apalagi akhir-akhir ini, Gibran jarang dilibatkan dalam momen kenegaraan bersama Presiden Prabowo Subianto. Seperti pada pelantikan para menteri hasil reshuffle di istana negara, 17 September 2025. Padahal momen itu dihadiri para menteri, wamen, Kepala KSP dan pejabat lainnya
"Wapres kemarin kan baru kunjungan ke Papua Nugini," kata Jokowi Jumat (19/8/2025) tentang alasan Gibran tidak hadir dalam momen pelantikan itu.
Sebelumnya, Gibran juga tidak hadir pada pertemuan Presiden Prabowo dengan sejumlah pimpinan lembaga negara dan ketua umum partai politik di Istana Merdeka, pada 1 September 2025 lalu. Tidak ada penjelasan mengapa Gibran tidak ikut dalam pertemuan itu. Namun, kemudian Gibran diketahui menggelar pertemuan dengan para pengemudi ojek online di Istana Wapres membahas kasus Affan Kurniawan (21), pengemudi ojol yang tewas dilindas rantis Brimob pada aksi massa di depan gedung parlemen Senayan, Kamis malam, (28/08/2025).
"Wajar jika publik menerka ada sesuatu yang tak wajar, ada sesuatu yang tak biasa soal ketidakhadiran Wapres di momen spesial begitu. Persisnya apa yang terjadi, hanya elite-elite kunci negeri saja yang tahu. Tapi publik melihat ada sesuatu yang terkesan aneh," Kata Pengamat Politik Adi Paryitno, mengomentari absennya Gibran di dua momen penting itu .
Di tengah pengucilan dirinya dari kegiatan kenegaraan, kini Gibran dihadapkan pada gugatan massif terhadap status pendidikannya. Gugatan yang sama seperti dialaminya bapaknya dulu. Bedanya, Jokowi menghadapi para penggugat ijazahnya dengan menggerakkan aparat dan institusi negara karena kekuasaan masih di tangannya. Tapi sekarang anaknya menghadapi semua itu ketika kekuasaan sudah tak lagi di tangan dan para pembela sudah banyak yang balik kanan, putar haluan. Institusi yang mencoba berupaya melindungi atau menutupi status pendidikan Gibran hari ini akan menjadi public enemy.
Seperti yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025, tentang kebijakan baru terkait Pemilu 2029 yang menetapkan dokumen pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan. Keputusan itu buru-buru dicabut setelah banyak mendapat sorotan tajam publik karena diduga ada hubungannya dengan upaya untuk menutupi status pendidikan Gibran.
Sorotan juga tertuju kepada Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan yang pernah mengeluarkan surat penyetaraan pendidikan Gibran di luar negeri dengan pendidikan sederajat SMK di dalam negeri.
Kini masih ada relawan yang setia membela Jokowi dan Gibran. Namun mereka bukan digerakkan oleh keyakinan dan komitmen perjuangan, tetapi lebih karena motif ekonomi. “Relawan hanya soal industri politik, orientasinya ekonomi, bukan perjuangan politik," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, (IPO) Dedi Kurnia Syah, Selasa, 6 Desember 2022.
Gibran yang digadang-gadang Jokowi sebagai pelanjut politik dinasti, justru telah menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus dan pelanggaran yang terjadi selama 10 tahun kekuasaan Jokowi. Statusnya Gibran sebagai anak haram konstistusi karena pelanggaran konstitusi dalam pencalonannya sebagai wapres di Pemilu 2024 lalu, kini seperti mendapat angin segar bagi para penggugatnya di tengah pengucilannya dalam banyak kegiatan kenegaraan. Dan kini Gibran sedang berada di tepi jurang yang diciptakan oleh bapaknya sendiri, Joko Widodo. (Aswan AS)