regional

Grebeg Sudiro Perayaan Imlek Kota Solo, Simbol Keharmonisan Tionghoa dan Jawa

Penulis Ashila Syifaa
Jan 24, 2024
Grebeg Sudiro. (Foto: pariwisatasolo.surakarta.go.id)
Grebeg Sudiro. (Foto: pariwisatasolo.surakarta.go.id)

ThePhrase.id - Perayan Imlek di Kota Solo atau Surakarta berbeda dengan perayaan di kota-kota lainnya. Perayaan unik yang digelar merupakan campuran antara tradisi masyarakat Tionghoa dan Jawa yang dikenal dengan sebutan Grebek Sudiro.

Grebek Sudiro menjadi tradisi yang digelar setiap tahunnya di Kota Solo untuk merayakan Tahun Baru Imlek. Gelaran festival tersebut merupakan sebuah akulturasi dari budaya Tionghoa dan Solo yang melambangkan suasana hangat toleransi. Biasanya perayaan ini berpusat di Kawasan Pasar Gede.

Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek ini kawasan tersebut akan dihiasi dengan gemerlap lampion merah dan kuning yang tergantung rapi menghiasi sepanjang jalan pasar. 

Harmoni budaya Jawa dan Tionghoa tercermin pada acara Grebek Sudiro. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, tumpukan sesaji berbentuk gunung atau disebut gunungan berisi dari kue keranjang, buah-buahan, dan sayuran akan diarak keliling Pasar Gede kemudian masyarakan disuruh mengambil sesajen itu secara berebut. Hal ini merupakan perwujudan dari filosofi Jawa  "ora babah ora mamah", yang berarti "tidak bergerak tidak mengunyah”.

Filosofi tersebut juga dapat diartikan sebagai usaha untuk meraih kelayakan hidup yang mendasar seperti sesuap nasi untuk bertahan hidup. Tanpa usaha itu, manusia tidak akan dapat meraih keinginannya bahkan hal yang mendasar dan pokok dalam kehidupan. 

Sejarah Grebeg Sudiro

Grebek sendiri merupakan tradisi khas masyarakat Jawa dalam menyambut hari-hari khusus, seperti Maulid Nabi, Iduladha, Syawal, dan Tahun Baru Islam atau Satu Suro. Sebagaimana perayaan tradisi pada umumnya yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa.

Di Kota Solo, perayaan Grebeg sudah lama menjadi tradisi dalam Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam setiap penyelenggaraannya, salah satu yang menjadi khas perayaannya adalah adanya gunungan atau tumpeng yang berisi hasil bumi dan jajanan lokal.

Lalu bagaimana munculnya perayaan Grebek Sudiro?

Munculnya Grebek Sudiro adalah salah satu upaya untuk mempertahankan tradisi luhur dari keturunan perantau Tiongkok di Kota Solo. Uniknya, ternyata perayaan Grebek Sudiro bukan merupakan perayaan yang telah ada sejak ratusan tahun lalu, melainkan baru dilakukan pada tahun 2009. Perayaan ini dirintis oleh tiga tokoh masyarakat di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, yaitu Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya.

Pada masa kerajaan Paku Buwono X (1893-1939) terdapat tradisi perayaan menjelang Tahun Baru Imlek yang dikenal dengan "Buk Teko". Buk berarti tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di depan rumah, sedangkan kata “Teko” ialah poci, tempat air teh. Tradisi ini juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Lalu, Sudiro dari nama perayaan tersebut merupakan nama sebuah kampung yaitu Kampung Sudiroprajan yang letaknya berada di kawasan Pasar Gede. Sehingga perayaan tersebut menjadi penanda akulturasi etnis Jawa dan Tionghoa di Kampung Sudiroprajan itu sendiri. Hingga kini menjadi tradisi tahunan masyarakat Solo untuk menikmati kehangatan dan keharmonisan antar dua etnis. [Syifaa]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic