leader

Hasnita Taslim, Pendiri PT DKI yang Jembatani Para Difabel Mendapatkan Kerja

Penulis Rahma K
Jul 05, 2022
Hasnita Taslim, Pendiri PT DKI yang Jembatani Para Difabel Mendapatkan Kerja
ThePhrase.id – Penyandang disabilitas pada umumnya sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Berangkat dari masalah ini, Hasnita Taslim yang juga seorang penyandang disabilitas, mendirikan PT Disabilitas Kerja Indonesia (DKI).

Hasnita adalah seorang tunadaksa yang melihat fenomena sulitnya para penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan karena dirinya juga merupakan seorang penyandang disabilitas. Saat usianya baru menginjak 22 tahun, ia mengalami cacat karena  kecelakaan.

Yap, Hasnita terlahir normal. Tetapi, sebuah kecelakaan di Bali yang membuat dirinya terlindas truk hingga kakinya patah mengantarkannya menjadi seorang tunadaksa. Ia harus menjalani 5 kali operasi transplantasi kulit dan tulang. Selama empat bulan ia hanya terbaring di rumah sakit.

Hasnita Taslim. (Foto: Liputan6.com)


"Aku terlindas truk, kakiku patah. Tulangnya ada yang hilang karena hancur, remuk. Sampai harus operasi sebanyak 5 kali untuk transplantasi kulit dan transplantasi tulang. Selama 4 bulan aku hanya terbaring di tempat tidur di rumah sakit. Tidak sedikitpun kakiku menyentuh lantai," ungkapnya, pada acara Live IG Nina Nugroho Solution #akuberdaya pada Januari 2022.

Setelah itu barulah dirinya diperbolehkan pulang. Beruntung, sang ibunda selalu mendukung Hasnita dan memperbolehkan dirinya melakukan apa yang membuatnya bahagia. Hasnita yang menyukai biola lebih memfokuskan dirinya menekuni biola.

Dilansir dari Dnetwork, Hasnita berpikir bahwa meski begitu, dirinya masih bisa produktif dan mendapatkan dukungan dari orang tua. Namun, ia memikirkan bagaimana dengan penyandang disabilitas lain yang mungkin lebih parah darinya?

Niatnya untuk membantu para penyandang disabilitas makin mantap setelah melihat pembukaan pesta olahraga bagi atlet difabel, yakni ASEAN Para Games 2018 di Thailand. Ia juga memiliki pengalaman bekerja di Thailand yang menyangkut disabilitas dan pernah mengikuti Start Up Inovation Idea di Bangkok dengan model bisnis bertajuk Employment Deaf in Thailand.

Hasnita Taslim. (Foto: fimela.com)


Pengalaman itu membuka matanya tentang kebijakan pemerintah yang mengharuskan pemerintah untuk memiliki karyawan difabel. Sebagai contoh, apabila sebuah perusahaan memiliki 100 orang karyawan, maka harus ada 1 karyawan difabelnya.

Jika tidak, perusahaan harus membayar denda sebanyak Rp 120 ribu per satu kuota yang kosong, per satu hari, dikali satu tahun. Peraturan yang saklek dan mengikat ini membuat berbagai perusahaan di Thailand lebih memilih untuk mempekerjaan para difabel.

Bagaimana dengan di Indonesia? Indonesia juga telah memiliki UU yang mengatur tentang penyandang disabilitas, yakni UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Terlebih lagi, pada pasal 53 tertulis bahwa:

  1. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

  2. Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.


Hasnita Taslim. (Foto: farah.id)


Namun, implementasinya masih belum merata, dan masih banyak penyandang disabilitas yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Banyak perusahaan yang tidak mau mempekerjakan difabel, tetapi ada juga faktor perusahaan yang minim informasi akan difabel. Untuk itu, Hasnita mendirikan PT DKI.

"Sampai saat ini banyak perusahaan yang mau mempekerjakan para disabilitas. Tapi mereka bingung mau mulai dari mana. Mereka konsultasi ke perusahaan kami. Misalnya, ada perusahaan yang mempekerjakan disabilitas, mau skill yang bagaimana. Oh, mereka butuh orang desain grafis atau yang mahir microsoft office. Oke untuk desain grafis, talentnya tuna rungu, usianya 32 tahun. Perusahaan kami yang mendesainkan jenis disabilitas yang cocok bekerja di perusahaan tersebut," ujar Hasnita.

PT DKI menjembatani para difabel dengan bekerja sama dengan berbagai perusahaan. Tak sembarangan, PT DKI juga melakukan serangkaian langkah untuk mencapai kesepakatan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut.

Pelatihan bagi penyandang disabilitas dari PT DKI. (Foto: Instagram/disabilitaskerja)


Beberapa langkah yang dilakukan antara lain pengecekan aksesibilitas gedung dan mix and match jenis disabilitas yang cocok, mencocokan posisi dengan tawar menawar kualifikasi berdasarkan keadaan para difabel misalnya terkait pendidikan dan minimal usia, hingga akhirnya menandatangani MoU.

PT DKI juga memfasilitasi psikotes dan tes kesehatan sebagai tahap melamar pekerjaan. Pasalnya, psikotes merupakan tahap di mana banyak difabel mengalami kegagalan diakibatkan tidak inklusif. Maka dari itu, PT DKI menyediakan psikotes dan tes kesehatan yang sesuai dengan para penyandang disabilitas tersebut.

Di luar kebijakan perusahaan, Hasnita juga membangun mental positif bagi para difabel. Menurutnya, semua tak terlepas dari bagaimana mereka membangun mental positif dan juga dukungan dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga.

"Penyandang disabilitas yang terpenting adalah punya pemikiran yang positif. Sehingga dia nggak malu keluar rumah, cari-cari kerja. Nah, pemikiran positif itu pertama-tama didapat dari dalam lingkungan rumah dulu. Kalau itu sudah ada, maka dia akan mudah cari kerja," ungkapnya. [rk]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic