leader

Indra Darmawan, dari ‘Sarjana Pemulung’ hingga Raih Kalpataru

Penulis Rahma K
Aug 12, 2022
Indra Darmawan, dari ‘Sarjana Pemulung’ hingga Raih Kalpataru
ThePhrase.id – Indra Darmawan adalah pendiri Bening Saguling Foundation, sebuah yayasan yang bergerak pada bidang pendidikan, lingkungan dan ekonomi di wilayah Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Yayasan ini meraih penghargaan Kalpataru dari pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Yayasan yang didirikan dan dibina oleh Indra ini meraih Kalpataru pada tahun 2020 dalam kategori Penyelamat Lingkungan. Kalpataru itu sendiri merupakan apresiasi tertinggi yang diberikan pemerintah pada pejuang lingkungan hidup dan kehutanan.

Di bawah kepemimpinan Indra, Bening Saguling Foundation mengkolaborasikan pelestarian lingkungan dengan membersihkan Sungai Citarum, melakukan praktik wirausaha dengan mendaur ulang sampah menjadi barang yang memiliki nilai jual, serta mendirikan sekolah alam.

Bening Saguling Foundation yang didirikan Indra Darmawan meraih Kalpataru 2020 kategori Penyelamat Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Foto: Youtube/Kementerian LHK)


Indra memberdayakan masyarakat sekitar Desa Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Para pemulung diajak membersihkan sampah di Sungai Citarum, para istrinya yang diberdayakan untuk mendaur ulang sampah-sampah tersebut dan anak-anaknya bersekolah di sekolah alam yang didirikannya.

Dari sarjana menjadi pemulung


Indra adalah seorang sarjana dari Universitas Padjadjaran, Bandung pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), jurusan Matematika. Ia lulus pada tahun 1998, ketika krisis moneter melanda Indonesia.

Akibat krisis moneter ini, masyarakat Indonesia merasakan dampaknya. Tak terkecuali dirinya yang tinggal jauh dari kota, di Kabupaten Bandung Barat. Untuk melamar pekerjaan, ia harus mengirimkan surat lamaran melalui pos yang membutuhkan waktu lama. Mendapatkan pekerjaan pun menjadi hal yang sulit untuk Indra kala itu.

Pada saat yang bersamaan, Indra melihat bahwa lingkungan di daerah rumahnya telah mengalami kerusakan. Kerusakan yang dimaksud adalah banyaknya sampah di aliran Sungai Citarum. Apalagi setelah sungai tersebut dibendung menjadi Waduk Saguling. Segala permasalahan seperti sampah dan eceng gondok mulai menumpuk.

Indra Darmawan. (Foto: Kompas.com/Reni Susanti)


Melihat fenomena ini, Indra tergerak untuk memungut sampah-sampah di sungai karena memiliki rasa tanggung jawab pada lingkungan sekitar. Terlebih lagi dirinya masih menganggur selepas mengantongi gelar sarjana.

Sayangnya, ibunda Indra menentang keras keputusan tersebut. Pasalnya, Indra merupakan seorang sarjana, sang ibu mempertanyakan keinginannya untuk menjadi pemulung di pinggir sungai. Ibunya bahkan mengatakan bahwa Indra mengecewakan dirinya.

Perlahan tapi pasti, Indra memberikan pengertian kepada sang ibunda bahwa hal yang ia pilih ini bermanfaat bagi banyak orang, sedangkan apabila menjadi pekerja manfaatnya hanya dirasakan oleh keluarga.

Dari pemulung hingga bos pemulung


Pemilahan sampah di Bening Saguling Foundation. (Foto: Youtube/Kementerian LHK)


Berawal di tahun 2000, ia hanya memunguti sampah di pinggir sungai seorang diri. Lama-kelamaan, makin banyak orang yang mengikutinya membersihkan sampah. Karena makin banyak orang yang ikut menjadi pemulung, ia kemudian menjadi koordinator pemulung.

Perlahan, Indra dapat membeli mesin pencacah sampah, tempat untuk mengolah sampah, hingga perahu. Di tahun 2011 Indra mendirikan Koperasi Bangkit Bersama. Koperasi tersebut terus berkembang hingga di tahun 2014 ia dapat mendirikan Yayasan Bening Saguling Foundation.

Yayasan tersebut berfokus pada empat isu. Pertama adalah pelestarian lingkungan, kedua pemberdayaan  masyarakat, ketiga sosial, dan keempat pendidikan.

Isu pertama ia lakukan dengan membersihkan Sungai Citarum dari sampah dan eceng gondok. Poin kedua adalah memberdayakan para istri dan masyarakat setempat untuk mendaur ulang sampah dan eceng gondok yang dikumpulkan.

Binaan Bening Saguling Foundation sedang mengolah eceng gondok. (Foto: bumn.go.id)


Bahkan, yayasan ini  menerapkan zero waste atau nol sampah dari eceng gondok tersebut. Bagian batangnya dijadikan kerajinan, akarnya menjadi media tanaman, dan sisanya dibuat menjadi pupuk organik cair hingga briket. Sampah-sampah lainnya dibuat menjadi kerajinan seperti tas, keranjang, sandal, tempat tisu, hingga gazebo.

Terkait pendidikan, ia mendirikan sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak kurang mampu. Namanya adalah Sekolah Alam Tunas Inspiratif. Tujuannya mulia, ia ingin para anak pemulung tak mengikuti jejak orang tuanya menjadi pemulung, tetapi dapat lebih berkembang.

“Dulu ketika saya beres kuliah dari Universitas Padjadjaran, saya langsung jadi pemulung. Nah saya ingin, kisah itu kita balik. Nanti mungkin, 10 tahun ke depan, ada kisah anak-anak pemulung yang jadi sarjana. Jadi atas dasar itu saya ingin coba mendirikan sekolah ini, biar anak-anak pemulung nanti jadi sarjana,” ungkap Indra, dilansir dari Detik. [rk]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic