ThePhrase.id – Hingga kini masih banyak masyarakat di dunia yang mengandalkan bahan bakar fosil berupa minyak bumi, batu bara, dan gas alam untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyalakan listrik, memasak, dan sebagai bahan bakar alat transportasi.
Walaupun mempunyai banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, energi fosil juga memiliki beberapa hal yang kurang menguntungkan, seperti dapat merusak lingkungan, mengotori udara dan menyebabkan pemanasan global.
Energi fosil mempunyai sifat tak terbarukan sehingga suatu hari nanti akan habis. Lantas apa yang akan terjadi jika hal itu terjadi?
Dilansir dari Inspire Clean Energy, selain mengalami kelangkaan, bahan bakar fosil kerap dijual dengan harga yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh proses produksinya yang cukup sulit dan membutuhkan waktu panjang agar bisa benar-benar digunakan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, jika energi fosil mulai habis maka otomatis harga bahan bakar fosil yang masih tersisa akan sangat melambung tinggi karena adanya ketidak seimbangan antara suplai dan permintaan.
Ilustrasi pengolahan bahan bakar fosil (Foto: kompas.com)
Meskipun harganya melambung tinggi, hal tersebut tak banyak menguntungkan perusahaan-perusahaan yang bisnisnya berkaitan dengan proses produksi dan distribusi bahan bakar fosil. Sebab jika komoditas tersebut sudah benar-benar habis, maka perusahaan tersebut akan kehilangan barang dagangan utamanya, sehingga kemungkinan besar akan gulung tikar jika mereka tidak melakukan inovasi bisnis baru.
Dalam menghadapi fenomena tersebut masyarakat juga secara otomatis akan mencari solusi agar kehidupan tetap berjalan dengan normal. Mereka juga akan terdorong lebih gigih dan kreatif untuk mencari sumber bahan bakar dari energi terbarukan dan ramah lingkungan seperti energi yang diperoleh dari tenaga surya, air, bayu (angin), panas bumi, atau bahan lainnya yang bahkan saat ini masih belum bisa terbayangkan dan ditemukan.
Bahan bakar dari sumber energi terbarukan nantinya bisa dijual dengan harga yang murah. Bahkan menurut Marwan Rosyadi selaku peneliti di Laboratory of Electric Machinery, Department of Electrical and Electronic Engineering, Kitami Institute of Technology, Hokkaido, Jepang, fenomena tren penggunaan energi terbarukan tersebut juga kini sudah mulai terlihat.
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu atau angin (PLTB) (Foto: shutterstock)
“Penggunaan energi baru terbarukan ini semakin meningkat, terlihat ketika pada tahun 2000 hanya mencapai 3.000 MegaWatt, sedangkan pada tahun 2015 mencapai 63 ribu MegaWatt, karena energi baru terbarukan ini sangat murah,” ujar pria yang juga merupakan dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut, dikutip dari Antara.
Sementara itu, untuk menyesuaikan dengan sumber energi yang ada, maka seluruh alat-alat berbahan bakar fosil tak lagi terpakai. Masyarakat pun otomatis akan membeli alat untuk memasak atau transportasi baru yang menggunakan listrik dari bahan bakar energi terbarukan. Dampaknya tingkat penjualan kompor, mobil, motor, kereta, dan sepeda listrik pun akan meningkat dengan drastis. [hc]