ThePhrase.id - Istana Kepresidenan menegaskan bahwa belum ada rencana kampanye yang akan dilakukan Presiden Jokowi. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyebut hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum memiliki rencana untuk kampanye politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, meskipun dibolehkan sesuai Undang-Undang (UU) Pemilu.
“Meskipun diperbolehkan UU Pemilu, sampai saat ini, Presiden Jokowi belum ada rencana berkampanye,” ucap Ari di Jakarta pada Minggu (28/1) dikutip Antaranews.
Ari memaparkan bahwa dalam waktu dekat ini Presiden Jokowi masih memiliki jadwal kunjungan kerja, seperti ke Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Presiden Jokowi pada Senin (29/1) dijadwalkan akan hadir dalam acara peresmian Graha Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah.
Selain itu, Presiden diagendakan untuk menghadiri acara puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-101 Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus peluncuran sekolah di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di Yogyakarta pada Rabu (31/1).
“Hari-hari ini, Presiden berada di Yogyakarta dan Jawa Tengah, untuk beberapa agenda kunker, di antaranya: peresmian Kampus UNU Yogyakarta dan kegiatan di Akmil Magelang,” jelas Ari.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pada Jumat (26/1) menunjukkan sebuah kertas yang isinya merupakan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak untuk melakukan kampanye.
“Ini saya tunjukin (menunjukkan kertas). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas?” ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto sebelumnya menyampaikan pandangannya yakni Presiden yang merupakan seorang kepala negara tidak perlu mengambil cuti jika ingin melakukan kampanye pemilu.
“Presiden itu kepala negara. Maka, kepala negara itu tidak ada cutinya,” tukas Airlangga kepada awak media di Palembang, Jumat (26/1).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI itu berkata bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak konstitusi, termasuk presiden. Oleh karena itu, menurutnya apabila presiden menyatakan dukungan kepada salah satu partai politik adalah hal lumrah, bukan suatu hal yang baru.
“Presiden Soekarno dari PNI, Presiden Soeharto dengan Partai Golkar, Pak Habibie yang juga Golkar, kemudian Gus Dur PKB, Pak SBY Demokrat. Maka, hal ini sesuatu yang lumrah dan ini suatu hak politik, termasuk presiden,” tandasnya. (Rangga)