ThePhrase.id – Jelang perayaan Idul Adha 1443 H, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) akan memvaksin 2.000 ekor sapi perah. Pemberian vaksin ditargetkan mulai dilakukan pada minggu ini.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan pemberian vaksin untuk sapi sebagai upaya Pemprov mencegah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang banyak menyerang hewan ternak.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil didampingi Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir saat meninjau peternak sapi perah di wilayah Pamulihan. (Foto: Kabar Priangan)
“Ternak yang sakit diobati, yang sehat divaksin sampai booster, seperti halnya cara kita melawan penyakit covid untuk manusia,” ujar Ridwan Kamil sebagaimana dikutip dari laman sosial medianya, Rabu (22/6).
Pada saat meninjau penyuntikan vaksinasi PMK perdana di Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6), Ridwan Kamil mengatakan, akan memfokuskan vaksinasi di lima wilayah yang menjadi sentra sapi di Jawa Barat.
"Lima besar sentra sapi itu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kuningan dan Sumedang," ujar Ridwan Kamil.
Selain itu, Ridwan Kamil meminta Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar untuk menjaga lalu lintas ternak menjelang perayaan Idul Adha 1443 H. Tugasnya adalah membentengi di perbatasan dengan pengecekan lalu lintas ternak yang melintasi Jawa Barat dengan melakukan pemeriksaan sehingga bisa menahan potensi penyerbaran PMK.
“Insya Allah, Idul Qurban akan terselenggara dengan aman dan nyaman dan semua ternak sehat siap kurban akan ditandai keping kuning di kuping dengan barcode untuk menjadi data kesehatan ternak tersebut,” imbuhnya.
Surat Keterangan Kesehatan Hewan
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat M Arifin Soedjayana menuturkan, penanda di kuping menjadi salah satu ciri hewan kurban sehat. Selain itu, ada juga penanda berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten dan kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda.
Selain urusan penanda, syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
“Itu yang paling inti karena kalau ciri atau penanda ada, tapi SKKH tidak ada itu bisa menjadi masalah. Penanda tambahan pada ternak supaya lebih menenangkan konsumen. Tandanya bisa di kuping atau kalung,” kata Arifin.
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya memberikan dua kategori, yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat, yang masing-masing ada gejala klinisnya.
Untuk gejala ringan, yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus. Sedangkan hewan bergejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan.
“Jadi yang gejala berat masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat,” imbuhnya.
Pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim, kemudian ketika hewan kurban tiba, maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan.
“Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring, dan Provinsi menurunkan dokter hewan,” tandasnya.