
ThePhrase.id - Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie meminta semua pihak yang tidak setuju dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP yang baru untuk segera mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau tidak setuju, kalau ada yang abuse gitu, segera saja ajukan ke MK," kata Jimly di Kementerian Sekretariat Negara Jakarta, Selasa (25/11).
Dia menyampaikan bahwa KUHAP yang akan mulai berlaku pada tahun depan itu merupakan produk legislasi yang sudah final secara material setelah disetujui oleh DPR.
Dengan status tersebut, kata dia, keberatan terhadap sejumlah ketentuan dalam KUHAP dapat langsung diajukan melalui mekanisme konstitusional tanpa perlu menunggu 30 hari masa penandatanganan pengesahan RUU oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden," katanya.
Jimly menjelaskan mekanisme uji materi lebih tepat ditempuh ketimbang mendesak penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), karena undang-undang yang sudah disahkan memiliki ruang koreksi melalui MK.
Jimly menambahkan Mahkamah Konstitusi juga perlu membangun praktik persidangan yang memungkinkan pengujian terhadap rancangan undang-undang yang telah diputuskan di tingkat DPR dapat segera dilakukan.
"Maka tidak usah nunggu 30 hari, ajukan saja ke MK dan MK pun harus membangun tradisi bahwa tidak usah nunggu diundangkan dulu pakai nomor baru diuji," ungkapnya.
"Jadi, rancangan undang-undang yang sudah ketok palu itu sudah final secara material, daripada nanti menimbulkan korban, segera saja diuji, minta prioritas sidang cepat. Jangan Perppu dong," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Jimly turut mengatakan bahwa KUHAP yang baru dapat memperkuat mekanisme keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana.
"Ini kan pasangan hukum material dan hukum formilnya. Di dalamnya salah satu yang juga mengalami penguatan kebijakan ialah mekanisme restorative justice, peradilan yang memulihkan, bukan sekadar membalas kesalahan," terangnya.
"Nah ini filosofi baru yang mudah-mudahan lebih sesuai dengan karakter negara hukum kita," imbuhnya. (M Hafid)