features

Jurus Dewa Mabuk Prabowo

Penulis Aswandi AS
Feb 21, 2025
Presiden RI Prabowo Subianto. (Foto: Instagram/prabowo)
Presiden RI Prabowo Subianto. (Foto: Instagram/prabowo)

ThePhrase.id - Pada seratus hari pertama pemerintahnnya, langkah politik dan gaya bicara Prabowo sudah memicu kontroversi dan tanda tanya. Sanjungannya kepada Jokowi pada ulang tahun Partai Gerindra  telah mematahkan penilaian Prabowo akan meninggalkan presiden ke-7  Indonesia itu.  Demikian juga kebijakan tentang efisiensi pun menjadi paradoks  dengan pengangkatan sejumlah stafsus di Kabinet Merah Putih.  Termasuk juga program Makan Bergizi Gratis  (MBG) yang banyak ditolak dan dinilai hanya sekadar memenuhi janji kampanye  yang tidak berdampak pada peningkatan gizi anak.

Prabowo pun dinilai sedang  memainkan jurus dewa mabuk  yang tak mudah dibaca ke mana  sasaran pukulan diarahkan.  Namun, dalam waktu yang sama, langkah dewa mabuk itu juga bisa diartikan dengan keadaan yang sesungguhnya karena  Pemerintahan Prabowo  susah berjalan tegak karena kuatnya tekanan di tengah cekak dan minimnya anggaran.  

Maka pujian Prabowo kepada Jokowi pada Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-17 Partai Gerindra, di Sentul Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025), telah membelah penilaian. Pertama Prabowo dinilai sedang menerapkan strategi  rangkul pukul kepada lawan politiknya,  dan kedua,  Prabowo sudah tak bisa melepaskan diri dari Jokowi  karena berhutang budi  dan  power Jokowi yang masih memegang kendali dan simpul kekuatan ekonomi di negeri ini.

"Dan saya katakan di sini kita berhasil karena kita didukung oleh presiden ke-7. Tepuk tangannya kurang semangat. Semangat lagi," ucap Prabowo di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025).  Di depan ribuan kader Gerindra, Prabowo pun meneriakkan kata "hidup Jokowi" yang direspons dengan nyanyian para kader Gerindra yang menyanyikan lirik "terima kasih Bapak Jokowi, terima kasih Bapak Jokowi".

Dengan melontarkan sanjungan kepada Jokowi, Prabowo seolah ingin  menunjukkan bahwa anggapan dia akan meninggalkan Jokowi itu, tidak benar.  Prabowo mengabaikan sikap publik yang mengkritiknya kerap memuji dan menyebut Jokowi sebagai guru politiknya.  Padahal Jokowi sudah menyandang  predikat sebagai koruptor kelas dunia yang telah membuat banyak kerusakan di negara ini selama dia berkuasa. Prabowo melontarkan kata “ndasmu” kepada para pengkritiknya.

"Nanti saya dibilang dikendalikan Pak Jokowi, cawe-cawe... ndasmu," kata Prabowo berbisik yang disambut tawa kader Gerindra.

Peneliti dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Teuku Harza Mauludi, menilai sikap resisten Prabowo ini muncul karena dia tidak terbiasa menerima kritikan, adanya dukungan partai yang besar, dan tingkat kepuasan publik yang diklaim tinggi.

Program Efisiensi

Kebijakan Prabowo tentang efisiensi pun dinilai paradoks. Meskipun banyak menuai pujian karena relevan dengan keuangan negara yang sedang sulit, namun kebijakan ini menyebabkan sejumlah instansi dan lembaga pemerintah mengurangi tenaga honorer di lingkungannya.  Pengurangan honorer ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada mutu layanan kepada masyarakat. Seperti yang terjadi di Pemkab Jember  di mana sejumlah pos penjagaan perlintasan kereta api  sempat kosong  karena pos itu selama ini dijaga tenaga honorer Pemkab Jember melalui Dinas Perhubungan (Dishub).  Pengurangan tenaga honorer ini juga berarti kehilangan pekerjaan bagi pegawai yang bersangkutan yang akan berpengaruh pada ekonomi keluarganya.

Efisiensi ini dinilai akan berpengaruh pada kualitas pendidikan dasar dan menengah yang anggarannya dipangkas  sebesar Rp8  triliun.  Pemangkasan ini akan berpengaruh pada operasional harian sekolah karena ada pengurangan besar-besaran dalam pos alat tulis kantor sekolah.  Konsekuensi langsung efisiensi ini adalah pengurangan target peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) dari 806 ribu guru dikurangi sekitar 400 ribu guru yang dapat mengikuti program tersebut.

Efisiensi anggaran sebesar Rp14 triliun di Kementerian Agama juga akan berdampak sejumlah program  seperti  bantuan pendidikan seperti BOS, BOPTN, PPG, dan beasiswa.

Paradoks program efisiensi Prabowo ini terjadi di banyak lembaga dan instansi  pemerintah yang mengurangi tenaga honorer dan anggaran Pendidikan tetapi  pemerintah justru menambah staf khusus dan utusan khusus di Kabinet Merah Putih.  Sederetan pesohor seperti Rafi Ahmad, Raline Shah dan Deddy Corbuzier direkrut sebagai staf dan utusan khusus  yang  membuat  postur kabinet gemoy Prabowo semakin gendut.

Pengamat kebjakan publik Agus Pambagio menyatakan, stafsus memiliki tugas untuk menjalankan permintaan menteri sesuai keahliannya.  Namun menurutnya,  pengangkatan stafsus saat ini tidak memengaruhi kebutuhan rakyat dan tidak diperlukan. Pengangkatan stafsus justru dinilai tidak adil untuk publik karena terjadi saat anggaran pelayanan publik dipangkas. Agus berpendapat, daripada mengangkat stafsus, pemerintah seharusnya fokus memberikan pelayanan publik dengan memperbaiki fasilitas jalan, sekolah, jembatan, atau rumah sakit.

"Kurangilah utusan khusus, staf khusus yang tidak ada di UU ASN. Kurangi saja, kan statusnya (stafsus) tidak ada di pemerintahan," ujar Agus.

Makan Bergizi Gratis 

Langkah dewa mabuk Prabowo terlihat jelas pada program Makan  Bergizi Gratis.  Program yang sudah menimbulkan banyak kontroversi di lapangan, bukan dievaluasi tetapi malah ditambah anggarannya.  Di Papua ada sekelompok orang menolak program ini karena  masyarakat merasa lebih membutuhkan pendidikan gratis  daripada makan siang gratis.

“Banyak umbi  tumbuhan yang lebih bergizi yang bisa kami makan. Kami lebih butuh pendidikan gratis daripada makan siang gratis,” kata salah seorang anak muda Papua menyebut alasan mereka menolak  program itu.

Salah satu kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis  adalah harga per porsi yang dinilai tidak memenuhi standar gizi anak. Menu yang sudah ditentukan  membuat anak-anak di aderah tak mau makan karena berbeda dengan menu yang biasa mereka dikonsumsi sehari-hari .  Ada juga kekhawatiran Makan Berbizi gratis ini akan menjadi program bantuan sosial seperti di era Jokowi yang tak jelas pertanggungjawaban atau akuntabalitas penggunaan dananya.  Program yang akan jadi mainan bagi para pemangkunya  yang mudah dimanipulasi karena berbau sosial dan bantuan kepada rakyat.

”Biasa ada yang nyinyir, mana bisa kasih makan. Mana bisa, uangnya enggak ada. Uangnya ada, Bung. Ada uangnya,” ujar Prabowo menanggapi kritikan itu.

Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.  Kritik berjalan Prabowo pun tetap melaju.  Semula anggaran untuk MBG sebesar Rp71 triliun, ditambah menjadi Rp171 triliun. Penambahan anggaran itu berasal dari uang kebijakan efisiensi anggaran yang diterbitkan pada 22 Januari  2025 lalu.

Indonesia Gelap

Melihat jurus dewa mabuk Prabowo ini, Badan Ekeskutif Mahasiswa (BEM)  seluruh Indonesia menyebutnya dalam satu kalimat pendek, Indonesia gelap.  Kalimat yang kemudian menjadi tema aksi  turun jalan yang mereka digelar di berbagai kota di Indonesia.

Publik sebenarnya tidak mempersoalkan apa jurus yang dimainkan Prabowo untuk menyelesaikan masalah negeri ini. Yang penting rakyat tidak ikut dibuat mabuk dan pusing memikirkan kebutuhan sehari-hari yang makin sulit karena pemerintah gagal memberi jalan keluar.  Jangan karena pemerintah gagal menarik uang negara dari para koruptor tapi rakyat disuruh menahan lapar.

Satu sisi, publik juga ingin melihat Prabowo memenangkan permainan dengan jurus dewa mabuk yang dia mainkan.  Tapi di sisi lain, ada juga kekhawatiran, jurus ini membuat pemiliknya  pusing dan terjerembab, bukan karena lawannya tangguh, tetapi  pemilik jurus yang tak kuat memainkannya akibat usia yang sudah tak memungkinkan. Semoga tidak! (Aswan AS)

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic