politics

KAHMI Siapkan Konsep untuk Rekomendasikan Revisi UU Pemilu

Penulis Rangga Bijak Aditya
Oct 11, 2024
Seminar Nasional KAHMI di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (9/10/24). (Foto: ThePhrase.id/Rangga Bijak Aditya)
Seminar Nasional KAHMI di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (9/10/24). (Foto: ThePhrase.id/Rangga Bijak Aditya)

ThePhrase.id - Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) tengah menyiapkan konsep untuk merekomendasikan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Partai Politik, demi membangun peradaban politik yang lebih beradab.

Usulan revisi UU Pemilu tersebut digodok KAHMI dalam Seminar Nasional bertajuk Rekonstruksi Kehidupan Demokrasi, Politik, Hukum, dan Keadilan Sosial dalam Cita Negara yang Merdeka dan Berdaulat di Auditorium Wisma Kemenpora, Jakarta, pada Rabu (9/10).

“Undang-Undang (UU) Pemilu ke depan harus direvisi. Kita duduk bareng bicara secara objektif. KAHMI harus memiliki satu konsep yang jelas bagi revisi UU Partai Politik, dan revisi UU Pemilu,” ucap pengamat politik Alfan Alfian yang hadir sebagai narasumber pada seminar tersebut. 

Alfan menegaskan sistem pemilu yang digunakan saat ini yaitu sistem proporsional terbuka, yang berbasis suara terbanyak, sudah sangat jelas menjadi pemicu pragmatisme transaksional politik uang.

Ia menuturkan bahwa sudah banyak penelitian yang menegaskan adanya ‘ongkos politik’ yang terbilang cukup besar untuk dikeluarkan untuk maju sebagai calon pemimpin.

“Semestinya hal-hal seperti ini harus kita perbaiki. Jadi, kita harus concern membangun peradaban politik, demokrasi kita harus kita bangun, kita tegakkan secara beradab,” imbuhnya.

Karenanya, political culture (budaya politik) di Indonesia harus sama-sama dibangun ke arah yang lebih baik untuk memperkuat konsolidasi demokrasi.

Partai politik, lanjut Alfan, kuat secara fungsional, maka agar berimbang KAHMI harus terpanggil untuk memperkuat ranah civil society supaya lebih berdaya, seperti dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), serta kekuatan-kekuatan lainnya.

Pertimbangkan Sistem Lama dan Hapus Presidential Threshold

Mengenai revisi UU Pemilu, Alfan mempertimbangkan kembali penggunaan sistem proporsional tertutup, dengan pertimbangan untuk mencegah pragmatisme transaksional yang masif, yang melibatkan antara partai politik dan para pemilih.

Selain itu, menurutnya diperlukan juga penghapusan sistem presidential threshold. Sistem ini membatasi ruang alternatif bagi pilihan-pilihan calon pemimpin, sehingga masyarakat tidak mempunya pilihan lain dan terpaksa untuk memilih sosok yang disuguhkan partai politik

“Mestinya Indonesia ini kaya akan potensi pemimpin yang lebih layak, lebih mumpuni, yang lebih memiliki kualifikasi lebih baik daripada yang sekadar dipilihkan oleh partai-partai politik,” tandasnya. (Rangga)

Tags Terkait

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic