etc

Kejahatan Seksual dan Cara Menyikapinya Sebagai Orang Terdekat

Penulis Firda Ayu
Dec 28, 2021
Kejahatan Seksual dan Cara Menyikapinya Sebagai Orang Terdekat
ThePhrase.id – Pelecehan seksual memang sering meninggalkan trauma membekas baik bagi korban pelecehan seksual maupun juga orang-orang terdekat korban. Banyak dari korban maupun orang terdekat menyimpan dendam dan amarah terhadap pelaku. Lantas apa yang harus dilakukan untuk menyikapi hal ini?

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Margaretha Rehulina mengungkap bahwa sangat mungkin bagi beberapa korban maupun orang terdekat pelecehan seksual memiliki kenginan membalas dendam dan marah.

Margaretha Rehulina, S.Psi., G.Dip.Psych., M.Sc., dosen Fakultas Psikologi Unair (Foto: Istimewa)


“Karena ketika kita marah, kehilangan, benci sebenarnya yang ingin dikejar adalah pemuasan kemarahan diri. Jadi ingin memuaskan kebutuhan diri untuk membalas dendam. Ini bukan yang terbaik untuk korban karena sebenarnya kita sedang melayani emosi pribadi,” jelas Retha melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

Hal ini juga didukung berdasarkan pengamatannya bahwa sebagian besar pelaku kejahatan seksual adalah orang yang dikenal korban seperti guru, keluarga, bahkan orang tua sendiri.

Alasan ini juga yang membuat korban maupun orang terdekat menjadi lebih terpukul karena tidak hanya tubuh saja yang dijarah atau dilecehkan oleh pelaku melainkan juga kepercayaan korban terhadap pelaku.

Meski begitu, Retha mengungkap bahwa alih-alih menghabiskan energi pada keinginan membalas dendam, lebih baik fokus memberikan dukungan bagi korban untuk melanjutkan hidupnya. Hal ini karena korban kejahatan seksual pada masa ini sangat membutuhkan dukungan keluarga atau orang-orang terdekat.

Mengakses Bantuan Hukum


Namun, bukan berarti kita membiarkan pelaku kejahatan seksual lolos begitu saja. Margaret menyarankan agar pihak keluarga atau orang terdekat mengakses bantuan hukum jika kejahatan seksual telah terjadi.

Court Hearing bagi Sexual Harassment (Foto: pix4free.org/Nick Youngson)


Sebagai orang terdekat korban yang bisa dilakukan adalah dengan mengawal proses hukum agar berjalan dengan cepat bukan justru mencari keadilan sendiri atau main hakim sendiri.

“Keluarga bisa membantu polisi agar bisa melakukan penyelidikan lebih cepat. Sehingga pelaku atau tersangka dapat segera dihentikan agar tidak melakukan pengulangan kejahatan,” ujarnya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa hal utama yang dibutuhkan oleh korban adalah dukungan dan bantuan dari lingkungan terdekat.

Meski demikian, sejauh ini yang terjadi di Indonesia masih jauh dari harapan. Korban kejahatan seksual pada anak-anak biasanya harus mengundurkan diri dari sekolahnya. Padahal, orang terdekat bagi anak-anak ini tidak hanya keluarga melainkan juga dari lingkungan sekolah yang mendukung.

“Misalkan sampai terjadi kehamilan, itu yang terjadi adalah anak diminta mengundurkan diri dari sekolah. Ini kita tambah melukai korban dan membuat korban bertambah traumanya. Karena dia bukan hanya trauma diperkosa, tetapi juga trauma diambil haknya dari pendidikan,” tandasnya.

Hal yang Dilakukan untuk Korban


Luka yang timbul akibat kejahatan seksual adalah bentuk stres besar dalam hidup atau kita sebut sebagai trauma. Kondisi itu tidak dapat diremehkan.

Dosen psikologi yang kini tengah menempuh studi di University of Meuborne ini berpendapat bahwa korban kejahatan seksual harus segera mendapatkan bantuan konseling oleh profesional seperti psikolog atau psikiater. Tujuannya adalah membuat korban menjadi kuat dan melanjutkan hidupnya kembali.

Orang dekat mampu membantu meringankan trauma korban (Foto: pixabay)


 

Margaret juga menyebut ada beberapa hal yang dapat kita lakukan jika kita menjadi orang terdekat dari korban pelecehan seksual.


  • Mempercayai Korban




Berbicara mengenai kesehatan mental korban kejahatan seksual, fakta yang terjadi cukup miris. Pasalnya, orang terdekat seringkali tidak percaya pada cerita korban.

“Jika masih terlalu kecil, dianggap ah anak-anak membuat fantasi mungkin. Atau ketika dia sudah besar dianggap berbohong. Nah ini yang Justru malah menumpulkan keinginan korban untuk mencari bantuan. Akhirnya si korban akan tambah terpuruk dengan luka kejahatan seksual,” ungkap Margaretha.


  • Beri Waktu Ekspresikan Emosi




Setelah mempercayai cerita korban, kita juga perlu memberikan kesempatan bagi korban untuk mengekspresikan emosinya. Emosi ini bisa saja marah, sedih, menangis, malu, bahkan diam. Itu terjadi baik pada orang dewasa, anak kecil, maupun pada laki-laki.

“Nah ini jangan dipaksa untuk dikendalikan emosinya. Saya pernah lihat ada orang menangis dibilang jangan menangis kamu harus kuat. Atau sudah, bangkit, jangan ingat masa lalu,” terangnya.

Kondisi emosi ini bagi setiap orang juga berbeda, ada beberapa orang yang butuh waktu lebih lama untuk memproses emosinya. Sehingga sebagai orang terdekat, kita membantu dengan mendengarkan atau memberikan akses kepada konseling profesional.

“Kita perlu menyediakan kesempatan bagi korban untuk mengekspresikan, memahami, dan mengelola emosinya hingga suatu saat dia yang mengendalikan sendiri emosinya,” tekan Retha.


  • Tidak Perlu Mengungkit Cerita




Di samping itu, keluarga juga perlu memberikan dukungan terbaik dengan tidak terus-menerus mengulang cerita tentang luka dan trauma korban. Yang sering terjadi di Indonesia orang-orang terlalu banyak menggali informasi yang tidak dibutuhkan.

“Jadi kalau memang membantu korban kejahatan seksual tidak perlu bergunjing, tidak perlu mengetahui detail, karena tidak perlu semua orang tahu informasi ini. Justru keluarga harus menjaga kerahasiaan tidak perlu informasi ini dibongkar untuk semua tanpa tujuan,” katanya.

Alih-alih untuk menggali informasi, lebih baik memberikan dukungan. Misalkan memfasilitasi minat dan potensi korban untuk melanjutkan hidupnya. Tanpa harus menggali detail traumanya apalagi mempergunjingkannya. [fa]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic