ThePhrase.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah akan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Tito mengungkapkan bahwa pengkajian pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah itu akan dirapatkan dengan melibatkan sejumlah kementerian terkait.
“Kami masih mengkaji. Nanti akan kami rapatkan antar pemerintah dulu, dengan Kemensetneg, kemudian Kemenkum, mungkin dengan Kemenko Polkam. Ini menyangkut masalah politik dan aturan kepemiluan, aturan kepilkadaan,” ujar Tito saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu (2/7).
Ia menjelaskan, rapat lintas kementerian yang akan digelar itu akan membahas berbagai aspek dari putusan tersebut, termasuk dasar hukum serta dampak yang mungkin ditimbulkan.
“Kami tentu membahas nanti tentang keputusan itu sendiri. Apakah sesuai dengan aturan-aturan yang ada, termasuk konstitusi dan analisis dampak positif-negatifnya dan apa kira-kira akan kita lakukan ke depan,” imbuh Tito.
Lebih lanjut, Tito mengatakan pemerintah juga akan berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai mitra dalam pembentukan undang-undang.
“Selain pemerintah, kami akan komunikasi dan koordinasi dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” tukasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Permohonan tersebut diajukan oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus, Irmalidarti.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan pemilu daerah harus dilaksanakan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta.
MK menyatakan bahwa ketentuan pemilu secara serentak dalam Pasal 167 ayat (3) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali dimaknai bahwa pemilu nasional, yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, dilaksanakan terlebih dahulu.
Setelahnya, dalam rentang waktu dua hingga dua setengah tahun, barulah digelar pemilu daerah yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah dan wakilnya. (Rangga)