trending

Kemendikbudristek Tak Wajibkan Skripsi, Ini Penjelasannya

Penulis Nadira Sekar
Sep 05, 2023
Foto: Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam MERDEKA BELAJAR  eps 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi (youtube.com/KEMENDIKBUD RI)
Foto: Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam MERDEKA BELAJAR  eps 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi (youtube.com/KEMENDIKBUD RI)

ThePhrase.id - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan peraturan baru mengenai persyaratan kelulusan bagi mahasiswa tingkat strata satu (S1) atau diploma 4 (D4), strata dua (S2), dan strata tiga (S3).

Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Dalam kerangka aturan baru ini, mahasiswa tidak lagi diwajibkan untuk menyelesaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Sebagai alternatif, perguruan tinggi memiliki kebijakan yang memungkinkan mahasiswa memenuhi persyaratan kelulusan dengan cara lain, seperti proyek berbasis tugas, pengembangan prototipe, dan metode-metode lain yang sesuai.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa ketentuan tersebut merupakan bagian dari program "Merdeka Belajar" yang ia gagas. Menurut Nadiem, untuk mengukur kompetensi seseorang, tidak hanya ada satu cara yang benar.

Selain itu, terutama dalam konteks mahasiswa program vokasi, Nadiem berpendapat bahwa kompetensi seorang mahasiswa dapat lebih baik diukur melalui proyek dan implementasi yang mereka lakukan. 

"Ada berbagai macam prodi yang mungkin cara kita menunjukan kompetensinya dengan cara lain. Apalagi yang vokasi. Ini sudah sangat jelas, kalau kita mau lihat kompetensi seorang dalam satu bidang yang technical apakah karya ilmiah adalah cara yang tepat untuk mengukur technical skill itu?" ujar Nadiem. 

Nantinya, setiap kepala program studi memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka mengukur standar capaian kelulusan mahasiswa di program mereka. Oleh karena itu, saat ini standar terkait capaian lulusan tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sebelumnya, aturan pendidikan tinggi telah merinci kompetensi sikap dan pengetahuan secara terpisah dan rinci, sehingga mahasiswa sarjana dan sarjana terapan diwajibkan untuk membuat skripsi. Begitu pula, mahasiswa magister diwajibkan untuk menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, sementara mahasiswa doktor diwajibkan untuk menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.

Hindari Jurnal Predator

Selain untuk memperluas cara pengukuran kompetensi mahasiswa, kebijakan ini juga dilakukan untuk meminimalisir kendala yang sering dialami selama ini. 

Salah satu kendala yang paling sering muncul adalah penerbitan jurnal bagi mahasiswa tingkat strata dua (S-2). Proses penerbitan jurnal yang bertujuan untuk dipublikasikan di penerbit yang terpercaya, memiliki kualitas tinggi, dan nama yang baik sering memakan waktu yang cukup lama. Namun, mahasiswa seringkali diberi tenggat waktu yang ketat untuk menghasilkan jurnal tersebut. Dampaknya, banyak mahasiswa mencari cara pintas dengan menerbitkannya di penerbit jurnal “predator.”

Jurnal predator merujuk pada jurnal yang tidak menjalani proses peer review atau penyuntingan dengan baik dan benar. Jurnal-jurnal semacam ini cenderung mencari keuntungan dengan membebankan biaya publikasi kepada penulis dengan janji bahwa naskah mereka akan segera diterbitkan tanpa melalui proses yang tepat.

Dilansir dari kompas.com, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Nizam mengungkap bahwa akibat tekanan waktu dan persyaratan tersebut, banyak mahasiswa mencari jalan pintas dengan menerbitkan karyanya di jurnal-jurnal predator. Hal ini membuat mereka menjadi sasaran empuk bagi praktik jurnal predator yang tidak etis. Banyak mahasiswa yang terjebak dalam praktik ini, yang pada akhirnya merugikan integritas dunia akademik dan keandalan hasil penelitian.

Hindari Plagiarisme

Selain itu, bentuk tugas akhir yang beragam juga diklaim dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa sehingga plagiarisme bisa dihindari. Tugas akhir yang dilakukan baik secara individu maupun dalam kelompok memang cenderung menghasilkan hasil yang berbeda, bahkan jika diberikan tugas yang sama. Hal ini terjadi karena setiap individu atau kelompok memiliki ciri-ciri, pendekatan, dan pengetahuan yang berbeda. Meskipun judul tugas akhir mungkin sama, metode yang diterapkan oleh tiap individu atau kelompok dapat bervariasi.

Bahkan jika metodenya sama, kemampuan, pengalaman, dan pemahaman setiap individu atau anggota kelompok juga berbeda-beda. Ini dapat menghasilkan perbedaan dalam interpretasi data, analisis, dan temuan yang ditemukan dalam tugas akhir mereka. [nadira]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic