features

Kenaikan UKT Tidak Dibatalkan, Hanya Ditunda

Penulis Aswandi AS
May 29, 2024
Nadiem Makarim. (Foto: Instagram/nadiemmakarim)
Nadiem Makarim. (Foto: Instagram/nadiemmakarim)

ThePhrase.id - Pemerintah akhirnya membatalkan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di perguruan tinggi negeri  tahun 2024.  Pembatalan ini menyusul gelombang protes mahasiswa di berbagai perguruan tinggi, yang menolak  kenaikan itu.  Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim membatalkan kenaikan UKT ini setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Senin 27 Mei 2024.

"Jadi kemarin kami sudah bertemu dengan para rektor dan kami Kemdikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini. Dan kami akan mereevalusi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN-PTN," kata Nadiem di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji  menilai,  pembatalan itu hanya sementara untuk meredam aksi protes dari mahasiswa, tetapi tidak membatalkan kebijakan kenaikan UKT itu.

"Pembatalan kenaikan UKT ini jelas hanya bersifat sementara, hanya untuk meredam aksi mahasiswa, dan tentu saja tidak menyelesaikan masalah,"  kata Ubaid dalam keterangan tertulis, Selasa (28/5/2024).

Ubaid menyayangkan pembatalan UKT ini tanpa dibarengi dengan pencabutan Permendikbudristek No.2 tahun 2024 dan juga komitmen untuk mengembalikan status PTN-BH menjadi PTN. Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, disingkat PTN-BH adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah dan berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom.

Selama UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012 tidak dicabut, maka semua PTN akan berstatus menjadi PTN-BH.

Gonjang-ganjing kenaikan UKT tahun 2024, telah diwarnai beberapa peristiwa yang mencoreng wajah pendidikan tinggi di Indonesia. Seperti Rektor UNRI Sri Indarti  yang memperkarakan mahasiswanya  ke polisi karena memprotes kenaikan UKT. Juga pengunduran diri seorang mahasiswa baru UNRI yang lolos program seleksi masuk perguruan tinggi karena tak sanggup membayar biaya UKT.

Belajarlah pada Muhammadiyah

Kenaikan UKT Tidak Dibatalkan  Hanya Ditunda
Mahasiswa/i Universitas Muhammadiyah Maumere. (Foto: Instagram/unimof_id)

Di tengah kegagalan pemerintah menghadirkan biaya kuliah yang terjangkau dan berkeadilan,  organisasi sosial kemasyarakatan, Muhammadiyah justru membolehkan mahasiswa membayar biaya kuliah dengan hasil pertanian dan hasil laut yang dimiliki oleh keluarga mahasiswa itu.

Universitas Muhammadiyah Maumere (UM Maumere), membolehkan mahasiswa miskin membayar uang kuliah menggunakan hasil bumi, seperti pisang sampai ikan laut tangkapan dari orang tua mahasiswa yang petani dan nelayan.

Rektor UM Maumere Erwin Prasetyo mengatakan kebijakan itu diterapkan pada tahun 2018 atau 5 tahun sejak IKIP Muhammadiyah Maumere (nama sebelum UM Maumere) berdiri ketika seorang mahasiswi tidak sanggup membayar tunggakan biaya semester sebesar Rp 1 juta yang dicicil tiga kali.

"Waktu itu saya masih wakil rektor 1. Dia datang, sampaikan ada kendala, karena waktu itu tunggakan Rp 1 juta lebih bertahap diangsur 3 kali, urus KRS tahap kedua UTS tahap ketiga saat UAS," kata Erwin, saat dihubungi, Jumat (24/5).

Mahasiswi ini, kata Erwin, berkeluh kesah menyampaikan tidak bisa membayar uang semesteran karena hasil bumi di kampungnya seperti pisang dan kelapa, sudah panen tapi belum ada yang beli.  Universitas kemudian merekomendasikan mahasiswi ini untuk membawa hasil bumi dari kampungnya itu ke kampus.

Di kampus, pihak dosen dan juga rektor membantu memasarkan hasil bumi itu untuk dijual. "kita bantu masarkan jaringan dosen dan sebagainya. Ada yang punya kenalan keluarganya usaha, nah kita jualkan pisang dan kelapa itu. Itu hanya membantu ya ada alternatif pembayaran," kata Erwin.

Menurut Erwin cara yang dilakukan oleh kampusnya itu terbilang sangat efektif dalam membantu mahasiswa miskin yang ingin kuliah tapi terhalang oleh ekonomi keluarga.

Dari situ,  UM Maumere kemudian membuat kebijakan membolehkan mahasiswa membawa hasil buminya untuk dibantu jualkan oleh pihak kampus apabila tidak memiliki uang cash saat bayar semesteran.

"Jadi kita menyesuaikan saja misal, mahasiswa ini punya tunggakan per bulannya Rp 200 ribu, maka ya sudah dia bisa bawa hasil bumi atau pun bahkan ikan tangkapan seharga Rp 200 ribu itu, jadi kita bantu pasarkan," ujar dia.

Pertanyaannya, mengapa Muhammadiyah bisa menempuh cara tak biasa untuk membantu mahasiswanya agar tetap kuliah. Sementara pemerintah  nyaris tak punya opsi, selain menaikkan biaya pendidikan yang dibebankan kepada mahasiswa atau masyarakat.

Muhammadiyah memegang teguh visi dan misi organisasinya  yang menjadi pemandu arah  jalannya organisasi itu. Sebagai organisasi yang berdiri jauh sebelum kemerdekaan dan tumbuh di tengah pergulatan sejarah bangsa ini, Muhammadiyah hadir sebagai organisasi yang memiliki visi misi sejalan dengan cita-cita kemerdekaan negara ini, dalam upaya untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Dan hari ini,  Muhammadiyah menjadi organisasi paling berhasil menyelenggarakan pendiidikan dengan ribuan sekolahnya yang tersebar di dalam dan luar negeri. Berdasarkan data Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah ada 162 diantaranya adalah Perguruan Tinggi  yang terdiri 60 universitas, 82 sekolah tinggi, 6 akademi, 9 institut dan 5 politeknik.

Di sisi lain, visi pemerintah saat ini untuk menguatkan pendidikan karakter dan pendidikan yang berorientasi ke depan dengan penguasaan teknologi informasi juga layak diapresiasi.

“Saya bukan dari sektor pendidikan tetapi saya lebih mengerti apa yang akan ada di masa depan kita,  karena saya bidangnya. Bisnis saya di bidang masa depan untuk mengantisipasi masa depan,” kata Nadiem Makariem di Istana Negara, Jakarta Rabu, 23 Oktober 2019.

Namun, demikian, melangkah ke depan bukan berarti kita tidak lagi menoleh   ke belakang. Karena sejarah masa lalu tetap harus dilihat sesekali untuk memastikan langkah ke depan sesuai pedoman dan tujuan.  

Maka, jika dunia pendidikan kita hari ini sudah terjadi disorientasi dan mulai kehilangan arah, apa salahnya belajar ke Muhmmadiyah, bagaimana mengelola pendidikan yang baik dan benar yang sejalan dengan karakter dan sejarah bangsa ini. Jangan sampai kebijakan kita dalam mengelola pendidikan justru merendahkan kualitas sumber daya manusia bangsa ini,  karena adanya kebijakan yang mempersempit ruang bagi anak negeri ini memperoleh pendidikan karena biaya yang mahal.   (Aswan AS)

Tags Terkait

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic