leader

KH Abbas Buntet, Ulama Besar Berjuluk Singa Jawa Barat

Penulis Rahma K
Jan 25, 2022
KH Abbas Buntet, Ulama Besar Berjuluk Singa Jawa Barat
ThePhrase.id – KH Abbas Buntet adalah seorang ulama besar yang berasal dari Desa Pekalangan, Cirebon, Jawa Barat. Namanya dikenal sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu agama, sekaligus sebagai seorang pejuang kemerdekaan.

Pasalnya, ia merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam peperangan melawan penjajahan pada 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur. Pasukan sekutu dan Belanda yang kala itu berada di Surabaya memaksa penduduk setempat untuk menyerahkan senjata dan menyerah.

Sebelum kejadian itu berlangsung dan ketika tentara sekutu dan NICA mendarat di Surabaya, para Kiai termasuk KH Hasyim Asy'ari telah memikirkan rencana. Mereka berencana mendatangkan Kiai Abbas Buntet dari Cirebon ke Surabaya.

KH Abbas Buntet. (Foto: nu.or.id)


Sehingga, kedatangannya merupakan Fatwa Jihad dari KH Hasyim Asy'ari yang telah dikukuhkan oleh rapat para kiai sebelum pertempuran tersebut berlangsung. Kiai Abbas kemudian memobilisasi massa, terutama kalangan santri untuk ikut dalam perang melawan para sekutu di Surabaya.

Bahkan, KH Hasyim Asy'ari menjuluki Kiai Abbas sebagai Singa Jawa Barat. Karena usianya yang masih muda tetapi semangat dan ilmunya yang tinggi, bahkan dapat memundurkan para penjajah dengan karomahnya.

Pendidikan Kiai Abbas


Di masa mudanya, Kiai Abbas mendapat ilmu agama pertama kali dari sang ayah, KH Abdul Djamil. Kemudian berkelana menimba ilmu dari pesantren ke pesantren. Pesantren tempatnya belajar yang menjadi bagian dari namanya yang dikenal masyarakat adalah Pesantren Buntet di Cirebon, Jawa Barat.

Beberapa pesantren lain yang menjadi tempatnya belajar antara lain Pesantren Sukun Sari Plered, Cirebon, Pesantren Jatisari, Pesantren Tegal, Jawa Tengah, dan Pesantren Tebuireng, Jombang.

Setelah dari Jombang, Kiai Abbas kemudian bertolak ke Mekkah, Arab Saudi untuk memperdalam ilmu agamanya. Di sana ia belajar dengan banyak guru. Salah satu di antaranya adalah Syekh Mahfudz Termas.

Kiprah Kiai Abbas


Sekembalinya dari Tanah Haram, ia kembali Tanah Air dan diberi kepercayaan untuk mengampu pesantren Buntet. Di sana, ia menjadi generasi keempat yang mengasih pesantren tersebut. Kiai Abbas mengajarkan kitab kuning dan ilmu modern yang kala itu tengah berkembang pada santri-santrinya.

Selain itu, ia juga menjadikan Pesantren Buntet sebagai markas pergerakan kaum republik. Tempat di mana para santri diajarkan keterampilan militer dari pendidikan pasukan PETA (Pembela Tanah Air).

Tak hanya itu, ia dan kiai-kiai lain di daerah Cirebon juga mendirikan Asybal, sebuah organisasi untuk kalangan remaja yang dilatih sebagai pasukan pengintai para penjajah. Kemudian laskar santri ini merupakan massa yang dibawa Kiai Abbas dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Salah satu alasan lain KH Abbas dipilih oleh para kiai di Jawa Timur untuk membantu melawan pasukan sekutu di Surabaya adalah juga karena keandalannya dalam bela diri. Terdapat banyak cerita yang mengisahkan keahlian Kiai Abbas pada bela diri.

Sebagai ulama besar yang telah menimba ilmu di Tanah Suci Mekkah, penguasaan ilmu keagamaan KH Abbas Buntet sangatlah tinggi. Pengetahuannya dalam perbandingan mazhab fiqih sangat luas.

Ia juga mengajar kitab Hirzul Amani wa Wajhut Tahani, atau dikenal juga dengan Matan Asy-Syatibiyah. Kitab tersebut berisi seribu nadham yang membahas cara membaca Al-Qur'an. Ia mengajarkannya kepada ulama utusan banten, yaitu KH Tb Sholeh Ma'mun dan KH Tb Manshur Ma'mun. Keduanya kemudian menjadi pendiri Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) bersama KH Abdul Wahid Hasyim. [rk]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic