leader

KH As’ad Samsul Arifin, Pembawa Pesan Restu Berdirinya NU

Penulis Rahma K
Jan 27, 2022
KH As’ad Samsul Arifin, Pembawa Pesan Restu Berdirinya NU
ThePhrase.id - KH As'ad Samsul Arifin merupakan salah satu tokoh penting dari berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Ia dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 9 November 2016, atas jasanya dalam melawan penjajah.

Kiai As’ad yang pernah mendapatkan kursus teknik dasar militer di Jember, memimpin para pejuang lainnya dalam melawan serdadu Jepang di Garahan, Kecamatan Silo, Jember.

Sosoknya yang berkharisma dan berilmu tinggi disegani oleh masyarakat di Kawasan Tapal Kuda:  Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Jember, Lumajang, dan Pasuruan. Ia juga membuat strategi perang yang dijalankan oleh laskar-laskar Sabilillah, Hizbullah, dan Pelopor.

KH As'ad Samsul Arifin. (Foto: dok. Istimewa)


Berkat strategi perang dan kegigihannya dalam memperjuangkan Indonesia, Kiai As'ad dan pasukannya berhasil mengatasi para penjajah Jepang dan membuat mereka berlarian bahkan tanpa peperangan.

Masa Kecil dan Pesantren Asuhan


Kiai As'ad lahir di Makkah, kampung Syi'ib Ali, dekat Masjidil Haram pada tahun 1897 ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di Tanah Suci untuk memperdalam ilmu agama.

Ia juga merupakan keturunan bangsawan. Ayahnya, Raden Ibrahim (KH Syamsul Arifin) merupakan keturunan Sunan Kudus I. Sedangkan sang ibu, Nyai Siti Maimunah, memiliki keturunan dari Sunan Ampel.

Kedua orang tuanya menitipkannya di Pondok Pesantren Kembang Kuning ketika ia berusia 6 tahun. Setelah 5 tahun, sang ayah kembali ke Tanah Air dan membawa Kiai As'ad pindah ke pulau Jawa, ke daerah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo yang kala itu masih berupa hutan belantara, untuk menyebarkan Islam.

Di sana, sang ayah dan dirinya mendirikan pondok pesantren sebagai tempat untuk berdakwah. Diawali dengan gubuk kayu kecil yang berisi mushala dan asrama santri, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah yang didirikan ayah dan anak tersebut terus berkembang.

Hingga akhirnya Kiai As'ad mendapat kepengurusan pesantren tersebut pada tahun 1951, ketika sang ayah meninggal dunia. Di bawah asuhannya, ia menyumbang berbagai inovasi baru yang membuat pesantren mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Pada tahun 1968, Universitas Syafi'iyah dengan fakultas tarbiyah dan dakwah berdiri di bawah asuhannya. Kiai As'ad juga mendirikan SMP dan SMA pada tahun 1980. Lima tahun kemudian, ia juga mendirikan Sekolah Dasar dan pada tahun 1986 mendirikan Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas (SMEA).

Ilmu Agama Kiai As'ad


Sejak kecil, Kiai As'ad telah mendapat ilmu agama dari sang ayah yang merupakan seorang ulama. Beranjak remaja, ia dikirim oleh sang ayah untuk belajar di pesantren di daerah Banyuanyar, Pamekasan. Di sana, ia berguru dengan KH Abdul Majid dan KH Abdul Hamid.

Sang ayah kemudian kembali mengirimnya untuk belajar agama tetapi di tanah kelahirannya, yakni di Makkah. Kiai As'ad belajar secara intensif memperdalam ilmu agama di Madrasah Salathuyah dari ulama-ulama al-Jawi dan Timur Tengah seperti Syeikh Abbas al-Maliki, Syeikh Hasan al-Yamani, Syeikh Muhammad Amin al-Quthbi, Syeikh Hasan A-Massad, Syeikh Bakir, dan Syeikh Syarif as-Sinqithi.

Kembali dari tanah Haram, ia kembali pengembara dari pesantren ke pesantren. Antara lain seperti Pesantren Tebuireng Jombang asuhan KH M Hasyim Asy'ari, Pesantren Demangan, Bangkalan asuhan Saikhona Chalil, Pesantren Panju Buduran, Pesantren Tetango Sampang, dan Sidogiri Pasuruan.

KH As'ad Samsul Arifin (kiri) bersama Presiden Soeharto. (Foto: nu.or.id)

Kiprah di NU


Kiai As'ad memiliki peran penting dalam terbentuknya NU. Pasalnya, ia merupakan perantara komunikasi antara ulama-ulama pendiri NU.

Kisah tersebut bermula ketika ia menjadi santri di pesantren Syaikhona Chalil dan termasuk sebagai salah satu santri andalan. Pada suatu hari, Syaikhona Chalil menugaskan Kiai As'ad untuk mengantar sebuah tongkat dengan pesan QS. Thaha ayat 18 - 21 kepada KH M Hasyim Asy'ari di Tebuireng.

Ia kembali diminta untuk mengantarkan tasbih dan berdzikir 'Yaa Jabbar Yaa Qahhar' kepada KH M Hasyim Asy'ari. Sebagai seorang penyampai pesan, Kiai As'ad berusaha sebaik mungkin menjadi orang yang amanah.

Ternyata, barang yang diamanahkan kepadanya untuk diberikan kepada KH Hasyim Asy'ari merupakan tanda restu berdirinya Nahdlatul Ulama. KH Hasyim Asy'ari kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama pada tahun 1926.

Selain itu, ketika NU memutuskan untuk menjadi partai politik dan meninggalkan Masyumi pada tahun 1952, Kiai As'ad dan ulama lainnya memperluas pengabdiannya yang sebelumnya hanya berfokus pada politik kebangsaan dan kerakyatan kepada politik kenegaraan.

Di tahun 1957 hingga 1959 Kiai As'ad menjadi juru kampanye Partai NU dan dipercaya untuk menjadi penasihan pribadi wakil perdana menteri yang kala itu adalah KH Idham Khalid. Atas dedikasinya, ia bahkan diminta oleh Presiden Soekarno untuk menduduki jabatan menteri agama. Sayangnya, Kiai As'ad bukanlah pribadi yang gemar jabatan. Ia dengan halus menolak tawaran tersebut dan lebih memilih untuk memimpin pesantren yang ia asuh. [rk]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic