ThePhrase.id – KAI menjalin kolaborasi dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) guna meningkatkan efisiensi dan keandalan operasionalnya. Melalui kolaborasinya, KAI meluncurkan penggunaan inovasi Ground Detector Lokomotif di Dipo Lokomotif Cipinang pada 15 Februari 2025 lalu.
Inovasi yang berhasil dikembangkan oleh karyawan Depo Lokomotif Bandung bernama Wanda Sri Wahono ini berfungsi untuk mendeteksi risiko gangguan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar akibat kebocoran arus.
“Dengan adanya Ground Detector Lokomotif, KAI dapat mengantisipasi masalah kebocoran arus pada lokomotif lebih dini sehingga meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keselamatan operasional layanan kereta api,” ungkap Direktur Perencanaan Strategis dan Pengelolaan Sarana John Robertho.
Melalui kesempatan berbeda, Vice President Public Relations KAI Anne Purba menjelaskan bahwa inovasi semacam ini perlu melewati berbagai tahapan sebelum dapat diterapkan secara luas. Salah satu framework yang digunakan adalah Technology Readiness Level (TRL) yang mengukur kesiapan teknologi.
Anne juga menjelaskan bahwa ada berbagai tahap uji yang diperlukan untuk mengukur kesiapan, salah satunya melalui TRL sampai 9 teknologi tersebut harus melalui validasi dan pengujian di lingkungan operasional sebenarnya.
Oleh karena itu, KAI menjalin kemitraan dengan UGM untuk mempercepat pengembangan dan penerapan teknologi ini. Kolaborasi antara KAI dan dunia akademik diharapkan dapat meningkatkan skala penerapan inovasi serta memperkuat ekosistem riset dan teknologi.
Selain itu, transfer pengetahuan antara akademisi dan industri dapat semakin erat sehingga inovasi yang dikembangkan benar-benar mampu memberikan manfaat bagi masyarakat dan industri transportasi.
“Selain inovasi teknologi, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi faktor penting dalam keberlanjutan inovasi. KAI berkomitmen untuk menyediakan program studi lanjut dan pelatihan bagi pegawai yang ingin mendalami riset berbasis inovasi. Dengan meningkatkan kompetensi karyawan, KAI tidak hanya mempercepat transformasi digital tetapi juga mengurangi ketergantungan pada teknologi impor,” tambah Anne.
Lebih lanjut, KAI juga melakukan strategi reverse engineering terhadap teknologi yang sudah ada, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut secara mandiri.
Inovasi dan kolaborasi ini menjadi dua faktor utama dalam menghadapi tantangan masa depan industri transportasi. Dengan terus mendorong inovasi dan menjalin kerja sama, KAI optimis dapat memperkuat perannya dalam industri perkeretaapian nasional serta menghadapi tantangan masa depan dengan lebih siap. [fa]