ThePhrase.id – Komunitas asal Indonesia, Space Art Yogya tahun ini akan kembali melakukan promosi mengenai program simulasi mengenai pelatihan kehidupan di Mars ke berbagai negara.
Venza Christ selaku Direktur Indonesia Space Science Society (ISSS) yang juga merupakan pegiat pada komunitas ini mengatakan bahwa sebelumnya, pada tahun 2020 proyek simulasi analog Mars yang bernama ‘Mars Analog Research’ atau ‘VMARS’ tersebut sudah dipamerkan di Yokohama Trienall, Jepang dan pada tahun 2021 di Bangkok Art Biennale, Thailand.
"Pada tahun ini, proyek VMARS itu kami presentasikan di Korea saat UNESCO Media Arts Creative City Platform, lalu Taiwan, dan Prancis," ujar Venzha.
Selain dipromosikan di beberapa negara, imbuh Vhenza, proyek simulasi untuk hidup di Mars juga telah direncanakan untuk dibangun di Yogyakarta, tepatnya di sekitar pegunungan Kabupaten Kulon Progo, dan dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2021 lalu. Namun sayangnya pembangunan proyek tersebut masih tertunda karena pandemi Covid-19.
Venza Christ (Foto: Instagram / subzinefest)
"Jika VMARS berhasil terwujud tahun ini, maka akan menjadi wahana simulasi analog Mars pertama di Asia Tenggara dan satu-satunya program eksplorasi ruang angkasa yang pembangunan dan pengelolaannya berlangsung bersama-sama oleh berbagai komunitas interdisipliner," ujar pria yang pernah melakukan pelatihan di Mars bersama NASA itu.
Venzha juga mengungkapkan bahwa komunitasnya menggandeng musisi Tanah Air, yakni Erix Soekamti selaku pendiri grup band Endank Soekamti dan produser musik, Grayce Soba untuk berkolaborasi dalam proyek ini.
Grayce Soba, Venzha Christ, dan Eri Soekamti (Foto: Detik)
Erix yang juga merupakan penggagas dan pendiri Does University (sebuah lembaga pendidikan alternatif gratis untuk meningkatkan minat dan bakat anak-anak muda) dan Grayce yang memiliki sebuah musik studio dengan berbagai program dan kegiatan yang sangat aktif dinilai dapat membantu pengembangan program simulasi kehidupan di Mars tersebut.
Venzha mengatakan proyek ini dijalankan berbekal pengetahuan dan pengalaman dari pelatihan di Amerika Serikat pada tahun 2018 lalu mengenai simulasi bertahan hidup di Mars pada Mars Desert Research Station (MDRS) oleh Mars Society. Program ini mendapatkan dana dari MUSK Foundation – SpaceX yang digagas oleh Elon Musk dan Simulation of Human Isolation Research for Antartika – based Space Engineering (SHIRASE) dari Field Assistant di Jepang pada tahun 2019 lalu. Venzha mengatakan bahwa proyek ini akan dibangun dalam beberapa tahap.
Ia mengatakan bahwa pada setiap negara, proyek ini mempunyai fokus dan tujuan yang berbeda. Beberapa proyek yang sudah berjalan antara lain HI-SEAS di Mauna Loa, Hawaii oleh NASA, dan MDRS di Utah, Amerika Serikat oleh Mars Society. Ada juga MARS-500 di IBMP Moskow hasil kolaborasi antara Rusia, ESA, dan Cina, D-Mars di Ramon Crater oleh Israel, F-MARS di Pulau Devon, Kutub Utara oleh Mars Society, dan Concordia Station di Antartika, Kutub Selatan oleh Perancis dan Italia (ESA).
Ilustrasi proyek simulasi kehidupan di Mars (Foto: Detik)
Sementara di Indonesia, pada tahap pertama (prototipe), proyek yang digarap oleh komunitas Space Art Yogya berfokus pada 3 program pokok, yakni penelitian Terraforming dengan nama V-TF, pengenalan tentang Space Farming dengan nama V-SFM, dan menciptakan kreasi alternatif Space Food dengan nama V-SF.
"Untuk di Yogyakarta, Indonesia, kami akan menghadirkan program lintas disiplin, di antaranya riset radio astronomi, mengenal radiasi benda langit, kreasi alternatif space food, inovasi teknologi space farming, serta penelitian extra-terrestrial life)," ucap Venzha.
Simulasi kehidupan di Mars telah dipromosikan di Thailand, Jepang, Korea, Taiwan dan Perancis. Ke depan, Venzha juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan nilai dan jejaring dalam bidang Space Science dan Space Exploration, maka rencananya promosi pengenalan program simulasi kehidupan di Mars ini akan terus diadakan di negara-negara lain. [hc]