ThePhrase.id – Konflik antara Rusia dan Ukraina kini semakin memanas. Para ahli ekonomi pun menyebutkan bahwa konflik antar dua negara ini kemungkinan besar akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh negara di dunia pasca pandemi hingga ketersediaan energi.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik Rusia - Ukraina akan berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia," ujar CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, seperti yang dikutip dari Liputan 6, Jumat (25/2/2022).
Hal ini disebabkan oleh terganggunya proses kegiatan ekspor-impor yang terjadi di antara kedua negara tersebut dan di negara-negara Eropa lainnya, yang berlokasi di benua yang sama dengan kedua negara tersebut.
Johanna mengatakan bahwa efek konflik tersebut terhadap bidang perekonomian sudah mulai terlihat dari anjloknya indeks saham di bursa Asia dan Wall Street, sehingga menyebabkan para investor global mulai ragu untuk berinvestasi di sejumlah negara berkembang.
Ilustrasi bursa indeks saham anjlok
Selain itu, konflik ini juga diklaim dapat membuat dunia mengalami krisis energi. Dilansir dari The Wall Street Journal, CEO perusahaan gas negara Ukraina Yuriy Vitrenko mengatakan bahwa Ukraina kemungkinan harus menutup jaringan gasnya, sebab tekanan tinggi dari pipa gas di zona perang dapat menyebabkan ledakan yang menghancurkan kota.
“Pemerintah (Ukraina) kemungkinan harus menutup sebagian atau bahkan semua jaringan (gas) nya untuk alasan keamanan jika terjadi perang,” ujar Vitrenko.
Di sisi lain, Johanna menyampaikan bahwa Rusia yang merupakan salah satu produsen utama minyak dunia juga dapat membuat harga minyak di pasar dunia dapat melonjak tajam. Oleh sebab itu, jika konflik ini terus berlanjut maka peningkatan inflasi kemungkinan akan terjadi.
Ilustrasi pertambangan minyak bumi
“Pemerintah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan diversifikasi suplai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas dan batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi,” imbuh Johanna, seperti yang dikutip dari Tribun, Jumat (25/02/2022).
Menurut pengamat Indef Dzulfian Safrian, kenaikan harga minyak dunia dapat berpengaruh terhadap neraca perdagangan Indonesia karena Indonesia masih banyak mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Upaya Pertamina
Meski kini harga minyak mentah telah menembus USD 100 per barel, Fajriyah Usman selaku Vice President Corporate Communication Pertamina mengatakan bahwa pihaknya akan terus memastikan ketahanan energi nasional tetap terjamin dengan suplai yang fleksibel dari dalam negeri dan dari banyak negara lainnya.
SPBU Pertamina (Foto: Antara)
“Sebagian minyak mentah kebutuhan dalam negeri diproduksi melalui portofolio Pertamina yaitu Subholding Upstream, dan juga disuplai oleh produksi KKKS di Indonesia. Oleh sebab itu, Pertamina akan terus memantau perkembangan pasar migas dunia dan melakukan kajian, evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait dampak strategisnya, termasuk penetapan harga BBM Non Subsidi, agar tetap terjaga kondisi pasar yang seimbang serta memastikan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka menjamin suplai BBM kepada seluruh masyarakat sampai ke pelosok negeri,” tandas Fajriyah. [hc]