ThaPrhase.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ibnu Basuki Widodo menyebut anggota dewan dari tingkat pusat hingga daerah menjadi penyumbang terbesar ketiga atas anjloknya angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Menurut Ibnu, IPK Indonesia saat ini berada di angka 37 atau berada di urutan ke-99 dari 180 negara terkorup sepanjang 2024. Angka tersebut menunjukkan bahwa kasus korupsi di Indonesia sudah merah.
"Skor kita hanya 37, kalau kita sekolah itu enggak lulus, nilainya merah semua, merah sekali," kata Ibnu di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu (17/9).
Angka tersebut membuat Indonesia kalah dari beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam yang mengantongi skor 40, Timor Leste sebesar 44, Malaysia memiliki skor 50, dan sebesar 84 bagi Singapura.
Adapun skor IPK itu dirilis oleh Transparency International (TI), lembaga yang mengkaji korupsi di berbagai negara. Skor 0 menjadi indikator sangat korup, sedangkan 100 menunjukkan suatu negara bersih dari korupsi.
Ibnu menyebutkan, kasus korupsi di Indonesia terjadi di berbagai sektor. Bukan hanya dilakukan anggota dewan, tapi juga para hakim yang seharusnya bersih dari tindakan kotor tersebut.
"Bahkan para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum itu pun terkontaminasi dengan korupsi. Kita hanya 37, padahal seharusnya dapat 100 yang bagus," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ibnu mengungkapkan hingga triwulan II 2025 sudah ada 1.878 pelaku korupsi yang sudah ditindak oleh KPK. Rincian dari angka tersebut, sebanyak 485 kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak swasta, 443 kasus dilakukan oleh pejabat setingkat eselon I hingga IV. Kemudian, sebanyak 364 kasus korupsi dilakukan oleh anggota DPR RI-DPRD.
"Tindak pidana yang pernah ditangani ada 1.878 pelaku, antara lain DPR-DPRD 364, kepala lembaga atau kementerian 41, walikota/bupati dan wakil 171, eselon I, II, III, dan IV itu 443, hakim 31, jaksa 13, polisi 6, swasta 485 kasus," terangnya.
Terdapat banyak motif yang menyebabkan banyak pihak tersebut melakukan korupsi, seperti karena tergoda lantaran ada kesempatan, diiming-imingi pelaku lainnya, hingga lemahnya integritas.
Ibnu juga mengungkapkan modus yang banyak dilakukan para koruptor, seperti pengadaan barang dan jasa, gratifikasi, dan penyuapan. "Modusnya adalah barang dan jasa 428 temuan, perizinan 28, gratifikasi atau penyuapan 1.068, ini yang paling besar. Kadang-kadang kita tidak sadari kita sedang menggunakan gratifikasi," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Ibnu menilai bahwa untuk memerangi perilaku koruptif di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh KPK atau penagak hukum, melainkan semua pihak harus bahu membahu untuk memberantasnya.
"Jadi untuk meningkatkan Indeks Anti Korupsi, kita bersama-sama. Ini bukan tugas penegak hukum saja, melainkan tugas negara bersama-sama," tandasnya. (M Hafid)