leader

Lafran Pane, Sosok Penuh Kesederhanaan Pendiri HMI

Penulis Firda Ayu
Feb 05, 2022
Lafran Pane, Sosok Penuh Kesederhanaan Pendiri HMI
ThePhrase.id – Siapa yang tidak mengenal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)? Organisasi kemahasiswaan Islam yang telah melahirkan banyak tokoh-tokoh berpengaruh Indonesia ini kini berulang tahun ke 75 tahun.

Kesuksesan HMI tentu tidak lepas dari pendirinya Lafran Pane yang gigih membangun HMI di tengah ketidakstabilan Indonesia setelah bebas dari penjajah di tahun 1945. Lantas, bagaimanakah perjalanan Lafran Pane hingga ia membentuk HMI?

Lafran Pane lahir di Padangsidimpuan, 5 Februari 1922. Bungsu dari enam bersaudara ini merupakan anak kandung dari seorang penulis, sekaligus tokoh Muhammadiyah Sutan Pangaruban Pane dari istri pertamanya.

Lafran Pane
Lafran Pane (Foto: commons.wikimedia)


Ia terlahir dari keluarga yang taat beragama, namun hal ini tak menghentikan kenakalannya di masa kecil. Hal ini karena ibunya yang telah meninggal saat ia baru berusia dua tahun hingga Lafran kurang mendapat pendampingan dari sang ibu.

Meski dikenal nakal, Lafran muda juga dikenal sebagai anak yang penurut dan cerdas. Kenakalan dan kecerdasan yang bergejolak ini membuat Lafran sering berpindah-pindah sekolah. Ia sempat mengenyam Pendidikan di pesantren Muhammadiyah Sipirok dan melanjutkan sekolah formal di desa selama tiga tahun, namun, ia tak lulus di dua tempat pendidikan ini.

Ia kemudian pindah ke Sibolga dan berhasil menuntaskan Pendidikan di HIS Muhammadiyah dan Kembali ke Sipirok. Di sini, ia kembali berpindah-pindah sekolah dari Taman Siswa Sipirok ke Taman Antara dan kemudian ke Taman Dewasa di Medan. Namun ia juga dikeluarkan dari sekolah sebelum lulus.

Putus sekolah, ia kemudian memilih untuk hidup di jalanan daerah Medan. Ia bahkan disebut kerap bermain kartu dan berlatih tinju untuk menghidupi dirinya. Melihat nasib adiknya, Sanusu dan Armijn, kakak Lafran kemudian memindahkan Lafran ke Jakarta dan mendaftarkan Lafran ke HIS Muhammadiyah.

Di Jakarta, lagi-lagi ia harus pindah sekolah beberapa kali hingga ke Taman Dewasa Raya Jakarta. Bahkan kenakalannya ini semakin menjadi-jadi, Lafran muda sempat bergabung dengan geng anak muda yang membuatnya sering  keluar masuk bui akibat berbagai pemberontakan dan demonstrasi yang ia lakukan bersama geng pemuda tersebut.

Perjalanan Spiritual Lafran


Sempat Kembali ke Padangsidimpuan, Lafran malah dituduh memberontak terhadap Jepang. Ia kemudian kembali ke Jakarta untuk kedua kalinya. Merantau kedua kalinya ke Jakarta, Lafran yang berusia 21 tahun mulai merasakan gejolak diri untuk mencari hakikat hidupnya.

Ia mulai menyadari ingin kembali ke masa kecilnya yang kental dengan nuansa agama. Lafran yang sempat bekerja di salah satu kantor statistik di Jakarta kemudian bertekad melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta.

Ia kemudian bertemu tokoh-tokoh agama seperti K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Hussein Yahya, dan H. M Rasyidi yang menjadi dosennya di STI Yogyakarta. Ia mulai belajar dengan serius dan menyadari realitas sosial di Indonesia yang makin kebarat-baratan.

Selain sistem pendidikan yang makin kebarat-baratan, berbagai organisasi mahasiswa dan pemuda juga di bawah pengaruh komunis yang membuatnya prihatin dengan kondisi umat Islam.

Ia kemudian membentuk Himpunan Mahasiswa Islam pada 5 Februari 1947. Pembentukan HMI ini dimulai dengan rapat yang dihadiri oleh banyak tokoh seperti, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan), Suwali, Yusdi Ghozali, tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII), Mansyur, Siti Zainah (istri Dahlan Husein), Muhammad Anwar, Hasan Basri, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Bidron Adi.

Infografik pendirian HMI
Infografik pendirian HMI (Foto: HMI)


Dalam rapat ini, Lafran Pane berhasil meyakinkan anggota yang hadir saat rapat dan sukses menetapkan berdirinya HMI. Rapat ini juga kemudian menentukan tujuan berdirinya HMI, menetapkan anggaran, serta membentuk pengurus baru HMI.

HMI yang didirikannya berkembang dan tumbuh sebagai organisasi keislaman dan kebangsaan yang berhasil mencetak tokoh-tokoh berpengaruh seperti Jusuf Kalla, Nurcholish Madjid, Hamzah Haz, Yusril Ihza Mahendra, Akbar Tanjung, Amien Rais, Mahfud MD, Anies Baswedan, Jimly Ashiddiqie, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, dan masih banyak lagi.

Dalam 75 tahun berdirinya, HMI juga berhasil menghasilkan gagasan kebangsaan dan keislaman yang memengaruhi Indonesia dalam hal intelektual dan politik. HMI berhasil hadir sebagai organisasi kebangsaan dengan latar belakang Islam di tengah krisis spiritual yang melanda masyarakat Indonesia.

Meski HMI berhasil mencetak berbagai tokoh berpengaruh, hal ini tidak membuat Lafran memanfaatkan kegelimangan jabatan dan jaringan HMI. Ia tetap setia sebagai pengajar dan tidak tertarik mengejar jabatan dalam politik Indonesia.

Jabatan tertinggi yang ia pegang yaitu sebagai Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di periode 1988-1993 yang tidak ia tuntaskan lantaran Lafran merasa mendapat gaji yang terlalu besar dari DPA. Dilansir tirto.id, salah satu junior Lafran di IKIP dan HMI Yogyakarta mengungkap bahwa Lafran tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pendiri HMI untuk kepentingan pribadi.

Makam Lafran Pane
Makam Lafran Pane (Foto: commons.wikimedia)


Bahkan, saat ia meninggal pada 25 Januari 1991, hidupnya penuh kesederhanaan. Terungkap juga bahwa tanggal lahir yang ia daftarkan secara administratif yaitu 12 April 1923 bukanlah tanggal sebenarnya. Ia khawatir tanggal lahir aslinya pada 5 Februari akan membuat HMI selalu dikaitkan dengan dirinya. Ia ingin HMI menjadi organisasi yang tidak identik dan dikaitkan dengan siapapun. [fa]

Tags Terkait

 
Related News

Popular News

 

News Topic